RUU TPKS : Jadi Harapan Para Korban Kekerasan Seksual, tapi Masih Ada Ganjalan Soal Perkosaan dan Aborsi
Sejumlah warga melakukan demonstrasi di Bundaran Hotel Indonesia Jakarta pada 1 September 2019, mendesak agar RUU TPKS segera disahkan. (ANTARA/Hafidz Mubarak)

Bagikan:

JAKARTA - Pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) akhirnya segera disahkan menjadi undang-undang dalam paripurna terdekat. RUU TPKS yang pembahasannya diselesaikan DPR RI dan pemerintah dalam waktu singkat ini mendapat apresiasi dari masyarakat. Kehadiran UU TPKS menjadi harapan korban kekerasan seksual. Semakin cepat disahkan, maka kehadiran negara bagi korban juga cepat.

RUU TPKS ini mendapat tanggapan positif berbagai pihak. RUU TPKS mengakomodasi sejumlah masukan koalisi termasuk masyarakat sipil, seperti mencantumkan mekanisme victim trust fund atau dana bantuan korban hingga mengatur pelecehan seksual berbasis elektronik. Pengaturan tentang victim trust fund mendapat apresiasi, karena adanya dukungan bagi korban selama proses perkara kekerasan seksual.

Pelaku kekerasan dilarang mendekati korban dalam jarak dan waktu tertentu selama proses hukum. Para aparat penegak hukum dalam melakukan penyidikan dan proses hukum tanpa menimbulkan trauma kepada korban, juga diatur dalam RUU TPKS ini.

Ilustrasi kampanye antikekerasan seksual terhadap perempuan dan anak-anak. (Unsplash)

Namun RUU TPKS ini masih meninggalkan catatan, seperti belum diaturnya secara trasparan kasus perkosaan dan pemaksaan aborsi. Komisi Nasional Antikekerasan terhadap perempuan mengharapkan pemaksaan hubungan seksual atau pemerkosaan tetap diatur secara khusus dalam RUU TPKS.

Edward Omar Sharif Hiariej Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) terkait dengan kasus perkosaan dan pemaksaan aborsi mengatakan, dua jenis tindak pidana tersebut tidak masuk RUU TPKS karena sudah diatur dalam KUHP.

"Tapi sebenarnya kalau kita perhatikan dalam pasal 4 ayat (2) RUU TPKS, sudah memasukkan pemerkosaan itu sebagai tindak pidana kekerasan seksual. Tetapi mengenai deliknya itu ada di dalam KUHP,” katanya.

Instrumen Perlindungan

Panitia kerja (Panja) RUU TPKS DPR RI dan tim pemerintah, hingga menjelang pengambilan keputusan Rabu 6 April, masih menerima masukan dari Koalisi Penyandang Disabilitas terkait rumusan yang mengatur tentang kekerasan seksual atas penyandang disabilitas.

Puan Maharani, sebagai Ketua DPR RI akhirnya menyatakan RUU TPKS segera disahkan menjadi undang-undang. Rapat pleno hasil pengambilan keputusan badan legislasi DPR setuju hasil pembahasan tingkat l dan dilanjutkan ke pembicaraan tingkat II.

“Secara khusus pengesahan RUU TPKS akan menjadi hadiah bagi kaum perempuan dalam menyambut peringatan Hari Kartini, selangkah lagi buah dari perjalanan panjang ini terealisasi, mengingat banyak korban kekerasan seksual berasal dari kalangan perempuan,” kata Puan dalam keterangan persnya.

Puan Maharani, berharap UU TPKS menjadi instrumen negara untuk melindungi korban kekerasan seksual. (ANTARA)

Menurut Puan, selama ini korban-korban kekerasan seksual hak-haknya terabaikan. Keberadaan RUU TPKS ini merupakan bentuk komitmen bersama DPR dan pemerintah untuk melindungi para korban.

“RUU TPKS ini merupakan hasil kerja keras semua lapisan bangsa yang gigih memperjuangkannya. Para aktivis dari berbagai kalangan, LSM, akademisi dan tentunya seluruh lapisan masyarakat Indonesia,” ujar Puan, Kamis 7 April.

Ke depannya Puan berharap RUU TPKS dapat menjadi instrumen negara dalam menangani, melindungi, dan memulihkan korban kekerasan seksual serta melaksanakan penegakan hukum.

Pentingkan Pencegahan

Menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, RUU TPKS juga punya arti penting mencegah segala bentuk kekerasan seksual.

"Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual akan menjadi sebuah tonggak baru payung hukum yang dapat memberi kepastian dan percepatan pemenuhan hak-hak korban, memberikan keadilan atas korban serta melaksanakan penegakan hukum," kata Bintang dalam media talk daring bertajuk "RUU TPKS Sepakat Diteruskan ke Sidang Paripurna DPR RI" di Jakarta, Jumat 8 April.

Menurut Bintang, RUU ini menjabarkan pengertian tindak pidana kekerasan seksual. Mencegah segala bentuk kekerasan seksual, menangani, melindungi dan memulihkan korban, melaksanakan penegakan hukum dan merehabilitasi pelaku, mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual, serta menjamin ketidakberlangsungan kekerasan seksual.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga. (Kementerian PPPA)

Walau dipenuhi dengan berbagai dinamika pro dan kontra sejak diusulkan tahun 2016, akhirnya pada 4 Januari 2022, Presiden Jokowi mendorong agar RUU TPKS segera disahkan. Presiden menugaskan Menteri PPPA, Menkumham, serta Gugus Tugas pemerintah yang menangani RUU TPKS untuk berkoordinasi dan berkonsultasi dengan DPR untuk menyegerakan pengesahan RUU TPKS.

"Saya berharap RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual ini segera disahkan, sehingga dapat memberikan perlindungan secara maksimal bagi korban kekerasan seksual di Tanah Air,” ujar Jokowi, Selasa 4 Januari 2022.

Kita berharap kehadiran UU TPKS nantinya menjadi wujud keberpihakan negara dalam mencegah segala bentuk kekerasan seksual, serta menjadi instrumen negara dalam menangani, melindungi, dan memulihkan korban kekerasan seksual serta melaksanakan penegakan hukum.

UU TPKS akan menjadi payung hukum untuk merehabilitasi pelaku serta sebagai jaminan agar kekerasan seksual tidak kembali berulang. RUU TPKS akan menjadi pegangan dalam mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual.