JAKARTA - Ketua Majelis Syuro Partai Ummat Amien Rais menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bertindak seperti pemimpin yang ugal-ugalan. Dia menyarankan keduanya pergi ke psikolog.
Penilaian Amien tersebut terkait wacana pemilihan umum ditunda hingga gagasan kekuasaan presiden bertambah lagi selama satu periode.
“Saya melihat sandiwara politik, yang dipertontonkan Jokowi-Luhut, semakin lama, semakin menggila. Makin ugal-ugalan,” kata Amien, dikutip Amien Rais Official, Minggu 3 April.
Amien menuturkan Jokowi telah memperlihatkan kemampuannya memimpin rakyat selama ini. Dia menganggap Jokowi tidak kompeten sehingga keterbelahan muncul di tengah masyarakat, dan beragam upaya kriminaliasai dilakukan terhadap ulama.
Untuk itu Amien menegaskan Jokowi harus berhenti sebagai presiden di akhir masa jabatannya pada 2024. Soal wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode yang belakangan santer disuarakan sejumlah elite partai termasuk Menko Luhut, Amien menganggapnya di luar logika.
Gagasan tersebut menyalahi konstitusi, utamanya Pasal 7 Undang Undang 1945 yang mengatur batas waktu presiden dan wakil presiden berkuasa maksimal dua periode yaitu 10 tahun.
"Undang Undang 1945 jelas sekali dikatakan presiden kita itu hanya bisa dipilih dua kali saja. Tapi sekarang mau dipaksakan supaya ada sidang MPR. Saya kira arahnya mengubah sejarah, (ini) sangat ugal-ugalan, (bahkan) lebih dari itu, sangat jahat," tegasnya.
BACA JUGA:
Di tengah penilaiannya, Amien mengatakan bisa saja pemimpin negara terjangkit sindrom narsistik megalomania. Dia pun mendorong Jokowi dan Luhut memeriksakan diri ke psikolog untuk mengetahui kondisi kejiwaan masing-masing.
"Kalian berdua ini harus mengaca diri. Tanya psikolog-psikolog yang objektif, apakah kira-kira sedang menderita narsistik megalomania tadi. Kalau iya, tentu memohon ampun kepada Allah atau Tuhan, karena ini bisa mebawa bahaya luar biasa," tandasnya.