Bagikan:

JAKARTA - Para menteri energi dari negara-negara industri Kelompok Tujuh (G7) menolak tuntutan Presiden Vladimir Putin, terkait dengan keinginannya agar negara-negara 'tidak bersahabat' membayar gas Rusia dengan rubel, ujar pejabat tinggi Jerman usai pembicaraan Hari Senin.

"Semua menteri G7 telah sepakat bahwa ini adalah pelanggaran sepihak dan jelas dari kontrak yang ada," ujar Habeck, Wakil Kanselir sekaligus Menteri Ekonomi dan Perlindungan Iklim Jerman, mengatakan kepada wartawan setelah konferensi virtual dengan menteri energi G7, melansir Reuters 29 maret.

Menurutnya, para menteri sekali lagi menggarisbawahi, kontrak yang dibuat adalah sah, dengan pihak perusahaan harus dan wajib menghormatinya.

"Pembayaran dalam rubel tidak dapat diterima, dan kami meminta perusahaan terkait untuk tidak memenuhi permintaan Putin," katanya.

"Upaya Putin untuk memecah belah kita sudah jelas, tetapi, seperti yang Anda lihat dari persatuan dan tekad yang besar ini, kita tidak akan terpecah," tegas Habeck.

Diberitakan sebelumnya, Presiden Putin mengatakan Rusia berencana menerapkan pembayaran dalam rubel untuk gas yang dijual ke negara-negara 'tidak ramah', seiring sanksi yang dijatuhkan kepada Rusia.

Negara-negara Eropa dan Amerika Serikat telah memberlakukan sanksi berat terhadap Rusia sejak Moskow mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari. Tetapi, Eropa sangat bergantung pada gas Rusia untuk pemanas dan pembangkit listrik, 'membuat' Uni Eropa terpecah mengenai apakah akan memberikan sanksi pada sektor energi Rusia.

Pesan Presiden Putin jelas: Jika Anda menginginkan gas kami, belilah mata uang kami. Masih belum jelas apakah Rusia memiliki kekuatan untuk secara sepihak mengubah kontrak yang ada saat ini, di mana disepakati dalam euro.

"Rusia akan terus, tentu saja, untuk memasok gas alam sesuai dengan volume dan harga, tetap dalam kontrak yang disepakati sebelumnya," kata Presiden Putin.

"Perubahan hanya akan mempengaruhi mata uang pembayaran, yang akan diubah menjadi rubel Rusia," tukasnya.