Bagikan:

JAKARTA - Hampir tiga perempat anggota Majelis Umum PBB menuntut akses bantuan dan perlindungan sipil di Ukraina pada Hari Kamis, mengkritik Rusia karena menciptakan situasi kemanusiaan yang "mengerikan" setelah Moskow menginvasi tetangganya satu bulan lalu.

Ini adalah kedua kalinya Majelis Umum beranggotakan 193 negara, mengisolasi Rusia atas apa yang disebut Moskow sebagai 'operasi militer khusus', yang dikatakan bertujuan untuk menghancurkan infrastruktur militer Ukraina.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengecam 'perang absurd' Rusia. Ribuan orang telah tewas di Ukraina, jutaan menjadi pengungsi dan kota-kota hancur dalam sebulan terakhir, melansir Reuters 25 Maret.

Resolusi yang diadopsi pada Hari Kamis, yang dirancang oleh Ukraina dan sekutunya, menerima 140 suara mendukung dan lima suara menentang, Rusia, Suriah, Korea Utara, Eritrea dan Belarus, sementara 38 negara, termasuk China memilih abstain.

Meski Resolusi Majelis Umum tidak mengikat, tetapi memiliki bobot politik. Sehingga, ada tepuk tangan meriah di aula setelah adopsi pada Hari Kamis.

Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia menggambarkan resolusi yang diadopsi pada Hari Kamis sebagai 'draf kemanusiaan semu' yang mengambil "pandangan sepihak dari situasi tersebut."

Dia kembali menuduh negara-negara Barat melakukan kampanye "tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya" untuk memenangkan suara, klaim yang ditolak Amerika Serikat.

Diketahui, Ukraina dan sekutunya telah mencari untuk mencocokkan atau meningkatkan dukungan yang diterima untuk resolusi Majelis Umum 2 Maret, yang menyesalkan agresi Rusia dan menuntutnya menarik pasukan. Itu menerima 141 suara ya, lima suara tidak sama, sementara 35 negara, termasuk China memilih abstain.

Sementara itu, Duta Besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa Linda Thomas-Greenfield, menggambarkan pemungutan suara pada Hari Kamis sebagai keberhasilan yang luar biasa, mengatakan kepada wartawan: "Benar-benar tidak ada perbedaan antara 141 dan 140."

Resolusi yang diadopsi pada Hari Kamis menuntut perlindungan warga sipil, tenaga medis, pekerja bantuan, jurnalis, rumah sakit dan infrastruktur sipil lainnya. Resolusi tersebut juga menuntut diakhirinya pengepungan kota-kota, khususnya Mariupol.

Sementara itu, Duta Besar Indonesia untuk PBB Arramanatha Nasir mengatakan, Indonesia terlibat aktif dalam pembahasan resolusi tersebut, dengan memberikan masukan yang konstruktif.

"Masukan Indonesia guna memastikan, segera dilakukannya deeskalasi konflilk, dijaminnya akses bantuan kemanusiaan, dijaminnya safe passage dan evakuasi bagi warga sipil, serta mendorong negosiasi dan dialog untuk menyelesaikan konflik," jelasnya dalam keterangan tertulis.

Ditegaskan olehnya, tujuan Indonesia hanya satu, memastikan masyarakat internasional dapat segera mengatasi situasi di Ukraina yang semakin memburuk.

"Bagi Indonesia, mengedepankan pendekatan kemanusiaan di tengah perang adalah prinsip. Dalam setiap kesempatan dalam pembahasan isu Ukraina di Majelis Umum PBB, Indonesia konsisten menyerukan untuk segera hentikan perang, segera mengatasi masalah kemanusiaan, mendorong agar dihasilkannya kemajuan dialog dan negosiasi antara semua pihak di Ukraina," paparnya.

"Hal yang sama juga terus Indonesia sampaikan secara bilateral kepada negara-negara kunci. Hal ini Indonesia lakukan karena, jika situasi di Ukraina berkepanjangan, dampak negatif-nya tidak saja dirasakan di Eropa, namun juga di berbagai negara di seluruh dunia," tandasnya.

Ia menambahkan, Indonesia akan terus mendorong upaya di PBB untuk bisa menghentikan perang di Ukraina.