Wacana Kapasitas Penumpang Pesawat Kembali Jadi 100 Persen, Setuju?
Ilustrasi. (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Maskapai penerbangan Lion Air mendukung wacana peningkatan kapasitas penumpang pesawat kembali normal. Artinya, dimaksimalkan menjadi 100 persen di masa pandemi COVID-19. Seperti diketahui, saat ini pemerintah masih membatasi jumlah penumpang maksimal 70 persen.

Direktur Operasi Layanan Kebandarudaraan Lion Air Group Wisnu Wijayanto mengatakan, pulihnya sektor transportasi udara akan membantu sektor lainnya ikut pulih dari tekanan pandemi COVID-19.

Misalnya, sektor pariwisata yang di mana di dalamnya ada travel agent, hotel dan banyak bisnis lainnya baik industi besar sampai rumahan.

"Kami siap kalau diminta kolaborasi dengan Badan Litbang Kementerian Perhubungan dan Kementerian Kesehatan bila harus ada penelitian yang menggunakan fasilitas kami terhadap kapasitas 100 persen (penumpang)," katanya, dalam diskusi virtual, Rabu, 23 September.

Wisnu menjelaskan, mengacu pada hasil survei Kementerian Perhubungan terhadap angkutan udara, 66 responden menyatakan enggan membayar lebih untuk kursi yang kosong akibat adanya pembatasan kapasitas. Ia mengatakan, masyarakat masih sangat sensitif terhadap ongkos yang dikeluarkan di masa pandemi.

Lebih lanjut, Wisnu berujar, selama ada cara untuk menekan biaya operasional, perusahaan akan menurunkan harga tiket pesawat sebagai bentuk stimulus bagi calon penumpang. Upaya itu diyakini dapat meningkatkan minat penumpang untuk mendongkrak okupansi.

Di sisi lain, Wisnu juga meminta pemerintah segera mengambil kebijakan untuk mendukung keberlangsungan dunia penerbangan. Salah satunya lewat pemberian stimulus.

"Kami juga berharap pemberian insentif dapat diwujudkan terkait biaya navigasi penerbangan dan potongan-potongan yang pernah dibahas bersama," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Dosen Sosiologi Universitas Indonesia Ricardi Adnan mengatakan, dalam pemberian insentif atau stimulus bagi industri transportasi udara pemerintah dapat mencontoh negara tangga. Salah satunya, keringanan biaya sewa.

"Ada beberapa hal kalau kita melihat dari negara Singapura atau Malaysia ya insentif itu bisa dari pajak bahan bakar itu sendiri salah satunya. Bisa juga dari pengurangan biaya sewa tempat," katanya.

Selain itu, kata Ricardi, insentif yang paling cocok bagi dunia penerbangan juga bisa dalam bentuk pinjamannya atau restrukturisasi. Menurut dia, hal ini dapat membantu sedikit bernapas di tengah tekanan COVID-19.

"Jadi tentu saja industri penerbangan atau maskapai penerbangan punya utang ya, itu bisa di-reschedule dan bisa diberikan khusus dari pemerintah," ucapnya.

Sebelumnya, usulan peninjauan kapasitas penumpang pesawat sebelumnya diungkapkan pengamat penerbangan dari Pusat Studi Air Power Indonesia, Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim. Chappy meminta regulator mengevaluasi kembali pembatasan muatan penumpang 70 persen dalam pesawat tanpa mengabaikan protokol kesehatan yang berlaku.

Pendapat ini juga merujuk pada penempatan teknologi filter high efficiency particulate air atau HEPA dalam pesawat. Fasilitas tersebut diyakini dapat menyaring partikel hingga 99 persen dan menciptakan udara bersih.