Bagikan:

JAKARTA - Angka pemeriksaan testing COVID-19 di tingkat nasional saat ini menurun, seiring dengan pelonggaran pembatasan kegiatan dan penghapusan syarat PCR atau antigen untuk pelaku perjalanan domestik.

Mengacu kepada data Satuan Tugas Penanagan COVID-19, jumlah orang yang dites per minggunya turun 52 persen dari jumlah testing saat puncak kasus Omicron pertengahan Februari lalu. Meskipun, memang angkanya masih di atas standar WHO, yakni 1 per 1.000 penduduk per minggu.

Tampak kekhawatiran pemerintah terhadap kondisi ini. Hal ini diungkapkan oleh Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito dalam konferensi persnya, Kamis, 17 Maret.

"Syarat testing yang tidak lagi wajib dilakukan pada beberapa sektor berdampak pada turunnya jumlah orang yang dites. Sayangnya, angka testing sudah menunjukkan penurunan sejak minggu ketiga Februari dan masih terus menurun di masa penyesuaian kebijakan ini," kata Wiku.

Jika angka testing terus menurun, Wiku mengkhawatirkan semakin banyak orang yang tertular COVID-19 namun tidak masuk dalam pencatatan pemerintah.

Hal ini, kata Wiku, berimbas pada ketidakvalidan data kasus COVID-19, indikator penentu kebijakan pemerintah, hingga semakin merebaknya penularan virus akibat kasus yang tak terdeteksi tak melakukan isolasi.

"Jangan sampai turunnya angka testing ini berdampak pada penurunan data kasus yang semu yang berpotensi meningkatkan jumlah orang positif yang tidak teridentifikasi," ucap Wiku.

Berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2022, alasan utama masyarakat melakukan tes COVID-19 adalah karena program kantor sebesar 51 persen, persyaratan perjalanan sebesar 38,1 persen, dan program tracing sebesar 23,3 persen, hanya 18,7 persen responden yang melakukan tes karena merasa tidak sehat.

Wiku pun meminta masyarakat menyadari bahwa tanpa adanya testing, orang yang positif COVID-19 tidak akan bisa diidentifikasi. Dengan demikian, tanpa kesadaran yang tinggi untuk dites, bukan tidak mungkin orang positif berbaur dan menulari lebih banyak orang termasuk kelompok rentan.

"Angka testing harus tetap dipertahankan bahkan harus terus ditingkatkan. Mengingat, kasus tanpa gejala yang tidak sedikit jumlahnya. Jangan sampai ketidaktaatan kita pada protokol kesehatan justru menjadikan kita sumber penularan bagi orang lain, apalagi kelompok rentan," imbuh Wiku.