JAKARTA - Wacana penundaan Pemilu 2024 yang terus digulirkan dinilai berbahaya bagi demokrasi Indonesia. Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menegaskan, tidak ada ruang sedikitpun untuk menyisipkan agenda menunda pemilu jika berpedoman pada konstitusi UUD 1945 yang ada.
"Wacana penundaan pemilu jelas membahayakan tatanan demokrasi, menganggu siklus negara demokrasi," ujar Pangi dalam keterangannya kepada VOI, Rabu, 15 Maret.
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting itu pun mempertanyakan alasan penundaan pemilu yang katanya untuk pemulihan ekonomi. Terlebih, alasan tersebut berkembang demi keberlanjutan pembangunan ibu kota negara baru.
"Bagaimana mungkin menunda pemilu hanya karena alasan situasi ekonomi dan pandemi, dan alasan keberlanjutan ibu kota negara," tanya Pangi.
Disisi lain, Pangi menegaskan, undang-undang dasar sudah jelas mengatur tentang pembatasan masa jabatan presiden. Menurutnya, pembatasan jabatan presiden menjadi salah satu ciri khas utama pembeda antara sistem demokrasi dengan otoritarianisme.
"Bukankah roh semangat amandemen pada waktu itu adalah pembatasan masa jabatan presiden? Yang sebelumnya jabatan presiden tidak dibatasi konstitusi, konsekuensi logisnya Soeharto bisa 7 kali pemilu menjabat menjadi presiden," jelasnya.
Karenanya, Pangi menilai, kelompok aktor yang meminta menunda pemilu atau menambah masa jabatan presiden sama saja telah “menampar wajah presiden" dan mengambil muka. Padahal presiden sudah punya muka dan ingin menjebak presiden.
Namun yang lebih mengherankan, Presiden seolah ciut dengan usulan penundaan pemilu. Padahal kala itu, presiden Jokowi tegas menolak wacana 3 periode.
"Saya sebetulnya happy dengan statement tegas dari presiden, waktu itu clear sikapnya menolak. Tapi kok nggak muncul ya soal sikap presiden mengenai penundaan pemilu, yang kita tunggu-tunggu sebetulnya statement presiden misalnya 'kami menghargai aspirasi masyarakat untuk menunda pemilu, tapi saya sebagai presiden bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pemilu tepat waktu sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan KPU tanggal 14 Februari 2024," terangnya.
Pangi melihat, sejauh ini tidak ada sikap secara terbuka presiden untuk menghentikan wacana penundaan pemilu tersebut. Apa yang dikatakan presiden soal wacana penundaan pemilu, kata Pangi, tidak sekuat sikapnya yang clear menolak jabatan presiden 3 periode.
"Nampak terkesan statement politik presiden mulai bergeser. Tidak sekeras di awal-awal yang dulu sikapnya menolak wacana menolak tiga periode tersebut," ucapnya.
Pangi mengingatkan, bahwa penundaan pemilu sama sekali tidak ada dasar konstitusinya dan jelas menyalahi aturan main negara demokratis. Dikatakannya, usulan ini adalah aktifitas membajak demokrasi dan mengkhianati konstitusi.
Menurut Pangi, wacana penundaan pemilu maupun penambahan masa jabatan presiden 3 periode adalah wacana usang dan basi.
"Jangan lupa, kalau wacana ini di praktikkan maka Indonesia sudah tidak lagi memenuhi syarat lagi sebagai negara demokratis," tegasnya.
BACA JUGA:
Pangi menambahkan, sebuah negara dapat dikatakan demokratis apabila pertama, mengedepankan kebebasan sipil. Kedua, partisipasi politik. Sementara ketiga, adalah karakteristik utama negara demokratis adalah terjadinya pergantian kepemimpinan (presiden) secara teratur dan reguler (periodik) melalui penyelenggaran pemilu yang demokratis.
"Tolong sudahi pikiran liar yang anti demokrasi, agar kereta demokrasi terus melaju kencang, tidak ada yang bisa menghentikan jalannya trayek kereta pemilu tanggal 14 Februari 2024," tandasnya.