JAKARTA - Wacana penundaan Pemilu 2024 banyak mendapat penolakan. Sebagian menganggap isu tersebut berbahaya.
Anggota DPR RI, Mardani Ali Sera mengatakan wacana perpanjangan masa jabatan presiden ini akan sangat berbahaya bagi kelangsungan demokrasi yang sehat.
"Kian banyak yang membahas periode ketiga, yang secara konstitusi tidak mungkin (maksimal 2 periode). Ide berbahaya bagi kelangsungan demokrasi yang sehat. Karena berpotensi mengulang rezim-rezim yang karena kelamaan belakangan jadi otoriter. Hati-hati dengan isu ini yang bisa jadi keinginan oligarki," ujar Mardani Ali Sera, Senin, 28 Februari.
Senada, Pengamat Politik dan Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Riset dan Analisis (Sudra) Fadhli Harahab mengatakan penundaan Pemilu 2024 sangat berbahaya jika terjadi nantinya. Menurut dia, legitimasi pemerintah akan melemah.
"Legitimasi rakyat atas kekuasaan dan pemerintahan akan melemah, sehingga negara akan guncang dan ini saya kira sangat berbahaya," kata Fadhli, Senin, 28 Februari.
Menurutnya, wacana penundaan Pemilu 2024 keinginan sejumlah elite politik. Terlebih yang elektabilitasnya rendah.
"Kenapa sebagian parpol yang begitu semangat menunda pemilu? Karena takut kalah di pilpres, kader yang digadang-gadang dicalonkan tak laku. Kalah dengan non-kader yang memiliki elektabilitas bagus," katanya.
Karenanya, dia menilai wacana penundaan Pemilu 2024 itu tidak rasional. "Dan punya kecenderungan mementingkan kepentingan kelompok ketimbang bangsa dan negara yang tengah berjalan dalam koridor konstitusi," imbuhnya.
Sementara, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) Amirsyah Tambunan secara tegas menolak wacana Pemilu 2024 diundur satu hingga dua tahun ke depan.
"Sebagai negara demokrasi yang berasal dari, oleh dan untuk rakyat tidak elok terjadi tarik ulur penyelenggaraan pemilu yang membuat masyarakat pro kontra dan terbelah," ujar Amirsyah, Minggu, 27 Februari.
"Ini akan menjadi preseden yang kurang baik dalam membangun demokrasi ke depan," sambungnya.