Bagikan:

JAKARTA - Djoko Tjandra, Jaksa Pinangki Sirna Malasari dan mantan Politikus Partai Nasdem Andi Irfan Jaya bersepakat memberikan uang senilai 10 juta dolar AS kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung (MA). 

Namun belum diketahui sudah terealisasi-tidaknya pemberian duit ini. Hanya saja, fakta ini terungkap dari siaran resmi Kejaksaan Agung saat melimpahkan surat dakwaan Jaksa Pinangki Sirna Malasari ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

"PSM, Andi Irfan Jaya dan Joko Soegiarto Tjandra juga bersepakat untuk memberikan uang sejumlah 10.000.000 dolar AS kepada Pejabat di Kejaksaan Agung dan di Mahkamah Agung," kata Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono, Jakarta, Kamis, 17 September.

Menurut Hari, uang sebanyak itu sedianya digunakan untuk pengurusan fatwa MA agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi dalam kasus cessie Bank Bali. Sehingga, pada saat dia balik ke Indonesia bukan sebagai buronan.

"(Rencana pemberian uang) guna keperluan mengurus permohonan Fatwa Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung," kata Hari.

Hari sebelumnya mengatakan, Djoko Tjandra menyiapkan uang senilai 1 juta dolar AS untuk Jaksa Pinangki Sirna Malasari mengurus fatwa Mahkamah Agung.

Hari mengungkapkan, kejadian ini bermula pada November 2019, Jaksa Pinangki Sirna Malasari, Anita Kolopaking dan Andi Irfan Jaya melakukan pertemuan dengan Djoko Tjandra. Pertemuan itu di The Exchange 106 Lingkaran TrX Kuala Lumpur, Malaysia.

Dalam pertemuan itu, Joko Soegiharto Tjandra bersedia menyediakan imbalan uang sebesar 1.000.000 dolar As untuk Pinangki terkait pengurusan fatwa.

"(Uang) diserahkan melalui pihak swasta yaitu Andi Irfan Jaya selaku rekan dari Pinangki Sirna Malasari," kata Hari.

Menurut Hary, Djoko Tjandra mau menyediakan uang itu karena Pinangki, Anita Kolopaking dan Andi Irfan Jaya menyanggupi pengurusan fatwa MA. "Sehingga Joko Soegiarto Tjandra dapat kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana," kata dia.

Namun uang yang dikeluarkan Djoko Tjandra baru sebesar 500 ribu dolar AS sebagai uang muka. Setelah dikeluarkan Pinangki tak kunjung menyelesaikan pekerjaannya mengurus fatwa MA. Hingga akhirnya Djoko Tjandra ditangkap oleh Bareskrim Polri..

"Bahwa perbuatan Pinangki Sirna Malasari termasuk perbuatan Tindak Pidana Korupsi yaitu Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima hadiah atau janji terkait pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung sehubungan dengan Perkara Tindak Pidana Korupsi Terpidana Joko Soegiarto Tjandra dan Permufakatan Jahat untuk melakukan Penyuapan," kata Hari.

Dalam kasus ini, Pinangki dijerat dengan Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Subsidiair Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dan kedua Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan  Pemberantasan Tindak  Pidana Pencucian Uang.

Dan ketiga primair Pasal 15  Jo. Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jo. Pasal 88 KUHP

Subsidiair Pasal 15 Jo. Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jo. Pasal 88 KUHP