Biaya Pembangunan Sirkuit Formula E Bengkak Jadi Rp60 Miliar, Wagub: Karena Dibuat Permanen, Jadi Lebih Baik
Pembangunan sirkuit Formula E di Jakarta. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengungkapkan salah satu alasan biaya pembangunan sirkuit Formula E di kawasan Ancol, Jakarta Utara membengkak.

Sebelumnya, biaya konstruksi lintasan digelontorkan sebesar Rp50 miliar oleh PT Jakarta Propertindo (Jakpro). Namun, ternyata kebutuhan biaya konstruksi bertambah Rp10 miliar menjadi Rp60 miliar.

Riza menyebut, penambahan biaya harus dilakukan karena DKI ingin agar sirkuit didesain lebih permanen. Sehingga, lintasan balap ini bisa digunakan berkali-kali untuk pertandingan.

"Memang ada penambahan anggaran dari Rp50 miliar ke Rp60 miliar karena sirkuit itu dibuat permanen, jadi dibuat lebih baik. Insyaallah bisa digunakan untuk kegiatan berikutnya dan lainnya," kata Riza di Balai Kota DKI, Senin, 7 Maret.

Pembangunan sirkuit balapan mobil listrik ini ditargetkan selesai dalam waktu 3 bulan, sejak awal konstruksi pada 3 Februari 2022.

Riza mengaku optimis pengerjaan selesai sesuai target dan kualitas sirkuit tetap maksimal meski pembangunannya dikerjakan dalam waktu singkat.

"Saat ini progresnya sudah pengaspalan. Insyaallah sesuai dengan jadwal. Kali ini tanggungjawab Jakpro untuk memastikan dibuat sebaik mungkin untuk memenuhi standar yang ada," ujarnya.

Diketahui, per tanggal 6 Maret, progres pembangunan yang sudah mulai dilakukan pengaspalan sirkuit ini mencapai 52 persen. Pengerjaan sirkuit dibagi 5 zona. Zona yang paling sulit dikerjakan adalah zona 5. Zona yang terletak di sisi paling timur kawasan Ancol ini mencakup 40 persen dari pengerjaan sirkuit.

Pembangunan sirkuit Formula E saat ini masih berlangsung. Penanggung jawab konstruksi Formula E PT Jaya Konstruksi, Ari Wibowo mengaku biaya konstruksi trek di kawasan Ancol ini bertambah Rp10 miliar.

Ari menjelaskan penyebab membengkaknya biaya pengerjaan sirkuit Formula E. Ia menjelaskan, ada pekerjaan tambahan yang tidak masuk dalam prediksi Jakpro dan Jaya Konstruksi, yakni pengerasan tanah yang lunak.

"Ada pekerjaan yang bisa dilihat, ada yang unseen (tidak terlihat). Misalnya di dalam tanah ini ada tanah lunak berapa meter, lunaknya seperti apa. Itu kan unseen," ungkap Ari pada Minggu, 6 Maret.

"Jadi, yang unseen itu akhirnya menjadi prioritas, diperkirakan. Ternyata yang unseen yang enggak terlihat itu lebih berat," tambahnya.