JAKARTA - Anggota Komisi B DPRD DKI dari Fraksi PDIP, Gilbert Simanjuntak mengungkap keanehan biaya pembangunan sirkuit Formula E yang saat ini sedang dikerjakan di kawasan Ancol.
Gilbert membeberkan, pada 24 Januari 2022 lalu, PT Jakarta Propertindo (Jakpro) mengaku biaya pembangunan trek Formula E secara total sebesar Rp150 miliar kepada Komisi B DPRD DKI dalam rapat.
Sebanyak Rp70 miliar dari anggaran tersebut telah digunakan membeli perlengkapan trek sejak tahun 2019. Saat itu, Formula E masih direncanakan digelar di Monas. Namun, ternyata diketahui Jakpro baru menggunakan Rp15 miliar untuk pembuatan barrier atau pembatas sirkuit.
"Setelah venue yang tanpa perencanaan dipindahkan ke Ancol, biaya disebutkan Rp150 miliar dan menggunakan dana perusahaan BUMD Jakpro. Jakpro mengatakan sebesar Rp70 miliar sudah digunakan sewaktu merencanakan trek di Monas, setelah dicek di lapangan yang ada baru barrier milik Jaya Konstruksi seharga Rp15 miliar," kata Gilbert pada Kamis, 10 Maret.
Berjalannya waktu, kini Jakpro menyebut pembangunan trek Formula E yang digarap oleh PT Jaya Konstruksi selaku pemenang tender lelang sebesar Rp60 miliar. Biaya ini pun mengalami penambahan dari nilai kontrak awal sebesar Rp50 miliar.
"Biaya membangun trek di Ancol yang dipaksakan tadinya Rp50 miliar berubah menjadi Rp60 miliar karena perencanaan abal-abal dan dipaksakan," ucap Gilbert.
BACA JUGA:
Biaya itu pun ternyata belum dihitung dengan pembangunan barrier yang telah dikeluarkan sebesar Rp15 miliar. Sehingga, Gilbert menghitung sejauh ini biaya pembangunan trek Formula E sebesar Rp75 miliar.
Yang jadi pertanyaan, ke mana sisa perhitungan biaya pembangunan sirkuit dari sebesar Rp150 miliar yang sebelumnya diungkapkan Jakpro tapi kini baru terhitung Rp75 miliar?
"Anggaran sekarang untuk jalan Rp150 miliar dan yang terpakai untuk membuat trek adalah Rp75 miliar. Lalu, sisa anggaran Rp75 miliar itu buat apa? Semua serba tidak jelas," cecar Gilbert.
Gilbert memandang masalah penganggaran Formula E melanggar aturan perundang-undangan karena Jakpro maupun pihak Pemprov DKI tak memberikan data mengenai besaran biaya pembangunan secara transparan kepada DPRD.
"Di sini perlu Kemendagri, kejaksaan, kepolisian, dan KPK untuk memperjelas. Pemindahan penyelenggaraan dari Dinas Pemuda dan Olahraga ke BUMD sudah mencurigakan. Sebab, dengan ada di BUMD, maka Inspektorat tidak bisa memeriksa, DPRD tidak bisa masuk ke detail. Niat memindahkan ini harus dipertanyakan aparat hukum untuk menggali hal yang ganjil ini," imbuhnya.