SURABAYA - Ketua DPD, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menegaskan biaya demokrasi yang mahal menjadi konsekuensi bagi Indonesia yang sudah mengadopsi sistem Barat. Padahal, Indonesia punya Pancasila.
Hal itu disampaikan oleh Ketua DPD RI saat memberi pengantar dalam Program Acara Dialektika di TV Muhammadiyah, 'Menunda Pemilu Siapa yang Suruh', Sabtu, 5 Maret.
"Sudah konsekuensi bagi negara ini dengan Pemilu yang berbiaya mahal. Karena kita meniru sistem Presidensil dengan pola demokrasi Barat dimana semua dilakukan melalui pemilihan langsung," ujarnya.
Padahal, lanjutnya, bangsa ini sudah memiliki sistem sendiri, yakni Demokrasi Pancasila dengan mekanisme perwakilan. Dimana mandat rakyat diberikan melalui MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara.
"Tapi itu justru kita tinggalkan, sejak Amandemen 20 tahun lalu. Ya inilah konsekuensinya demokrasi berbiaya tinggi demi mengikuti demokrasi prosedural," tegasnya.
Oleh karena itu terkait wacana penundaan Pemilu 2024 karena alasan anggaran yang besar, menurut LaNyalla tidak bisa serta merta menjadi pembenar. Karena anggaran tersebut juga dikeluarkan secara bertahap.
"Toh, pemerintah juga tidak sedang kesulitan anggaran. Buktinya proyeksi pembangunan IKN yang anggarannya lebih besar pun tetap jalan," papar Senator asal Jawa Timur itu.
BACA JUGA:
Kemudian, alasan Pemilu 2024 harus ditunda karena Indonesia masih pandemi, tegas LaNyalla, tak bisa dinalar dengan akal sehat. Mengingat pada Pilkada 9 Desember 2020 silam dipaksakan tetap jalan. Padahal saat itu angka positif COVID-19 sedang tinggi.
"Kami di DPD RI saat itu sempat mengundang KPU, Bawaslu dan Mendagri, kenapa Pilkada dipaksa tetap jalan. Saat itu dijelaskan bahwa sudah dilakukan simulasi protokol kesehatan. Makanya kalau sekarang pandemi dijadikan alasan menunda Pemilu, saya pikir tidak masuk akal," ucap dia.
Karenanya LaNyalla meminta para elit politik untuk stop membuat gaduh. Sebaiknya para elit fokus memikirkan masalah bangsa yang krusial, yakni memberi solusi konkret bagi rakyat.
"Rakyat di bawah semakin susah. Harga bahan pokok naik, elpiji dan BBM naik. Jeritan rakyat ini yang harus dipikirkan oleh elit politik," tutur tokoh Pemuda Pancasila itu.
Dalam kesempatan tersebut, LaNyalla juga menegaskan kembali posisi dirinya dan DPD dalam polemik wacana penundaan Pemilu 2024.
Sebelumnya, LaNyalla sudah menyampaikan bahwa tidak boleh ada pihak-pihak yang melakukan upaya penundaan Pemilu. Karena mekanisme rakyat untuk mengevaluasi pemerintahan telah diatur dalam Konstitusi melalui Pemilu 5 tahun sekali.
"Jadi jangan kita mencari-cari celah untuk menunda Pemilu, yang kemudian memperpanjang masa jabatan Presiden yang pada akhirnya inkonstitusional," ujar dia.
"Saya juga berikan apresiasi kepada PP Muhammadiyah melalui Sekretaris Umum Pak Abdul Mukti yang sudah menyatakan menolak wacana tersebut," tandasnya.