Tak Ada Alasan Menunda Pemilu 2024, Denny JA: Memperpanjang Kekuasaan Bisa Jadi Skandal Politik
Presiden Jokowi/ANTARA HO BPMI Sekretariat Presiden

Bagikan:

JAKARTA - Wacana atas usul penundaan pemilu 2024 menjadi polemik. Isu tersebut menjadi pro kontra di kalangan elite politik.

Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menilai penundaan pemilu 2024 atau bahkan memperpanjang masa jabatan Presiden Jokowi tak punya alasan yang kuat.

Menurutnya, menjadikan pandemi COVID- 19 sebagai alasan untuk menunda pemilu di tahun 2024 justu bertentangan dengan data.  

"Jelas sudah, clear. Bukti menujukkan situasi COVID-19 di Indonesia, juga di dunia justru sekarang semakin aman," kata Denny JA dalam keterangan tertulis, Jumat, 4 Maret malam.

Menurut dia, pemilu dapat ditunda bila dalam keadaan darurat. Misalnya kasus seperti terjadi di Ukraina yang diinvasi Ukraina.

Menurut Denny JA, prioritas utama penduduk Ukraina untuk survival. Karenanya dalam kondisi itu, mustahil bisa menggelar pemilu seperti era normal.

Denny JA menunjukkan data pada Maret 2022, jumlah kematian karena COVID-19 kurang dari 500 orang per hari merujuk data dari Worldometer. 

Puncak kematian per hari di Indonesia terjadi di bulan Agustus 2021. Saat itu di Indonesia yang meninggal dunia per hari sebanyak sekitar 2 ribu orang.

Karenanya Denny JA menegaskan tak masuk akal bila COVID-19 dijadikan alasan untuk menunda pesta demokrarsi 5 tahunan.

Persoalan ekonomi juga tak bisa dijadikan alasan menunda pemilu 2024. Denny JA mengutip pernyataan Menkeu Sri Mulyani yang menyatakan ekonomi Indonesia terus membaik. 

Dia menduga para politkus penggagas isu penundaan pemilu sebenarnya menjerumuskan Presiden Jokowi. Sejarah justru akan paling menyalahkan Jokowi karena dirinya bisa dianggap tak cukup berbuat mencegah para pendukungnya bermanuver menunda pemilu.

“Karena tak cukup alasan, sebaiknya para politisi menghentikan manuvernya untuk menunda pemilu, dari tahun 2024 ke 2027. Memperpanjang- panjang kekuasaan tanpa alasan yang cukup akan dicatat sejarah sebagai skandal politik,” tutur Denny JA.