Bagikan:

JAKARTA - Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Ardian Sopa meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersikap terhadap isu penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Jokowi dinilai harus bersikap tegas seperti partainya, PDI Perjuangan.

"Jokowi perlu mengikuti ketegasan partainya sendiri, PDIP yang secara keras dan tegas menolak penundaan pemilu dan penambahan masa jabatan presiden tiga periode," kata Ardian dalam konferensi pers secara daring, Kamis, 10 Maret.

Tak hanya itu, manuver penundaan pemilu dan penambahan masa jabatan presiden tiga periode harus dihentikan. Ardian menilai isu ini sebenarnya tak ada urgensinya untuk dihembuskan saat ini.

Apalagi, dari hasil survei, publik menentang penundaan pemilu dan penambahan masa jabatan presiden. Ardian mengatakan responden yang menentang penundaan pemilu, persentasenya mencapai 68,5 persen sedangkan yang menolak penambahan masa jabatan mencapai 70,3 persen.

Ada pun survei tersebut digelar pada 23 Februari-3 Maret dan diikuti 1.200 responden di 34 provinsi di Indonesia. Metode yang digunakan adalah riset kualitatif dan wawancara tatap muka dengan margin of error mencapai 2,9 persen.

Tak hanya itu, Ardian juga menilai gagasan penundaan pemilu ini bisa saja berasal dari satu faksi di istana tapi ditentang oleh faksi lain. Sehingga harus segera dihentikan.

"Hentikan manuver penundaan pemilu dan presiden tiga periode karena tidak ada alasan kuat," tegasnya.

Lagipula, pemerintah saat ini sedang fokus dengan penanganan pandemi COVID-19 serta pemulihan ekonomi nasional. "Isu penundaan pemilu dan presiden tiga periode akan menjadi energi negatif yang memecah fokus," ujar Ardian.

Sebelumnya, LSI Denny JA merilis hasil survei mereka terkait sikap publik terhadap isu penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dan penambahan masa jabatan presiden.

Hasilnya, mayoritas responden menolak isu penundaan Pemilu 2024 dan penambahan jabatan presiden. Bahkan isu ini dipastikan akan layu sebelum berkembang.

Setidaknya ada empat alasan yang mendasari keyakinan itu. Pertama, tak ada alasan kuat dan darurat untuk mengubah amanah reformasi dan prinsip demokrasi yang sudah jadi aturan konstitusi dalam UUD 1945.

Kedua, kursi partai politik di parlemen yang menyatakan menolak penundaan pemilu juga lebih banyak jika dibandingkan dengan mereka yang mendukung. Berikutnya, tentangan publik terhadap dua isu tersebut sangat kencang terjadi.

Keempat, jika isu ini diteruskan dikhawatirkan dapat menimbulkan kerusuhan sosial dan penganjurnya diyakini akan dicap sebagai musuh rakyat dan pengkhianat.