Saat Hasil Survei LSI Makin Tegaskan Memang Banyak yang Tak Setuju Pemilu 2024 Ditunda
Ilustrasi pemilu (Photo by Element5 Digital on Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei yang menangkap sikap publik terhadap isu penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Hasilnya, mayoritas responden menyatakan tak setuju dengan usulan yang telah disampaikan oleh sejumlah pejabat di Tanah Air.

Lewat survei yang diambil dengan metode simple random sampling dengan 1.197 responden dengan margin of error 2,89 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen, LSI mengungkap adanya penolakan terhadap penundaan pemilu dengan alasan Pandemi COVID-19 maupun pemulihan ekonomi nasional.

"Secara keseluruhan 70,7 persen menolak perpanjangan masa jabatan presiden. Di kalangan yang tahu isu ini, penolakan lebih tinggi lagi yaitu 74 persen," kata Djayadi saat merilis hasil survei secara daring yang ditayangkan di YouTube LSI, Kamis, 3 Maret.

"Sementara di kalangan yang tidak tahu isu ini, penolakannya memang lebih rendah tapi tetap mayoritas yaitu 67,5 persen," imbuhnya.

Dari hasil ini, Djayadi menyebut ada dua hal yang harus ditangkap elite politik di Tanah Air. Pertama, mayoritas masyarakat menolak perpanjangan masa jabatan presiden.

"Kedua adalah kalau isu ini makin disebarkan, makin diketahui publik maka tingkat penolakannya akan makin tinggi. Makin diketahui publik, masyarakat makin menolak. Sikap dasar masyarakat adalah menolak," jelasnya.

Lebih lanjut, survei ini juga menangkap responden yang puas dengan hasil kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi), menolak jika masa jabatan eks Gubernur DKI Jakarta itu diperpanjang. Adapun tingkat kepuasan terhadap kinerja presiden kali ini berada di angka 66,3 persen.

"Masyarakat yang puas kinerja setuju perpanjangan presiden? Tidak. Mayoritas 60 persen menyatakan lebih memilih tetap melaksanakan pemilu 2024, jadi puas atau tidak puas kinerja tidak berkorelasi tingkat penerimaan perpanjangan masa jabatan presiden," tegas Djayadi.

Respons partai politik

Hasil survei ini kemudian ditanggapi sejumlah partai. PDI Perjuangan menyatakan dengan ada atau tidaknya survei ini, mereka ingin agar Pemilu 2024 tetap digelar sebagai bentuk ketaatan terhadap konstitusi.

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto bahkan menyinggung Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan pernah menyinggung isu ini dengan mengatakan siapapun yang mengusulkan perpanjangan masa jabatan berarti menampar wajahnya dan berusaha mencari muka. Sehingga, polemik penundaan pemilu tersebut sebaiknya disudahi dan tak perlu diperpanjang.

"Polemik ini tidak perlu diperpanjang lagi. Di sekitar presiden pun kita melihat (ada yang, red) tidak memahami kehendak presiden," kata Hasto di acara rilis survei LSI terkait rencana penambahan masa jabatan yang ditayangkan secara daring, Kamis, 3 Maret.

"Karena Presiden pernah menyatakan sebagai pemimpin negara kalau ada yang mengusulkan perpanjangan, mengusulkan jabatan tiga periode itu ingin menampar muka saya, ingin cari muka ke saya, itu justru menjerumuskan saya. Itu kan kata presiden," imbuhnya.

Menurutnya, apapun alasan yang dilontarkan untuk menunda pemilu seperti pemulihan ekonomi hingga perpindahan ibu kota tidak relevan. "PDI Perjuangan akan terus kokoh karena memang tidak ada ruang bagi penundaan pemilu dari alasan ekonomi, alasan IKN (Ibu Kota Negara Nusantara), dari alasan yang berkaitan dengan persoalan pandemi," tegasnya.

Lagipula, PDIP meyakini keberhasilan pemerintah bukan hanya ditentukan karena orang perorang saja tapi juga keberlanjutan yang sesuai dengan aturan.

Sehingga, daripada meributkan penudaan pemilu, ada hal yang sebenarnya lebih perlu dibahas termasuk memproyeksi bagaimana jalannya pemerintahan ke depan termasuk membuat panduan.

"Seharusnya kalau kita melihat tentang pentingnya aspek keberlangsungan pemerintah dalam menjalankan seluruh harapan dari rakyat itu yang kita tinjau itu adalah misalnya tentang garis-garis besar haluan negara," ujarnya.

"Tentang haluan negara bagaimana proyeksi Indonesia tahun 2045 sehingga ini akan jadi gap line bagi pemerintahan yang akan datang. Sehingga negara tidak digerakkan oleh ambisi orang per orang tetapi oleh suatu haluan yang menyerap betul apa itu kehendak rakyat," imbuh Hasto.

Selain PDIP, Partai NasDem juga angkat bicara soal isu penundaan pemilu ini. Wakil Ketua DPR Komisi II DPR Saan Mustopa yang berasal dari partai besutan Surya Paloh ini meminta tingginya tingkat kepuasan terhadap pemerintahan Presiden Jokowi tak kemudian dimanupulasi sebagai dasar penundaan pelaksanaan Pemilu 2024.

Menurutnya, apresiasi dari masyarakat terhadap pemerintah saat ini tak boleh tapi NasDem tetap taat pada konstitusi di mana masa jabatan presiden hanya lima tahun.

"Sebagai parpol koalisi dan partai pendukung Pak Jokowi, NasDem merasa bangga dengan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Pak Jokowi," kata Saan.

"Bahwa kinerja Pak Jokowi dapat apresiasi yang tinggi dari publik tapi apresiasi yang tinggi itu juga jangan dimanipulasi seakan-akan publik menghendaki penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden," imbuh politikus NasDem tersebut.

Saan mengingatkan semua pihak harus taat konstitusi di mana pemilu harus diadakan setiap lima tahun sekali serta membatasi masa jabatan presiden cukup dua periode saja.

Foto: BPMI Setpres/Laily Rachev

Sebagai informasi, isu penundaan pemilu pertama kali digulirkan oleh Kepala BKPM Bahlil Lahadalia. Hal ini disampaikan Bahlil usai menyerap suara dari para pengusaha.

Kemudian, wacana ini kembali digulirkan oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar minggu lalu mengusulkan Pemilu 2024 ditunda 1-2 tahun demi menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional.

Usulan Muhaimin disambut oleh Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan. Dia secara terbuka mendukung wacana Pemilu 2024 ditunda karena alasan ekonomi, pandemi, dan kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah yang diyakini tinggi.

Selain itu, usulan serupa juga disampaikan oleh Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. Dia mengaku mendapat aspirasi dari para petani di Kampung Libo Jaya, Kabupaten Siak yang ingin adanya keberlanjutan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).