JAKARTA - Mayoritas publik tidak setuju Pemilu 2024 diundur dan masa jabatan presiden ditambah. Hal itu tercermin dari hasil survei LSI yang dirilis pada Kamis, 3 Maret.
Temuan itu pun direspons Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah. Dia menilai survei tersebut secara konsisten masih memberi kesempatan Presiden Joko Widodo untuk mengakhiri jabatannya dengan baik.
"Apabila beliau (Jokowi, red) konsisten dengan jadwal konstitusi," kata Fahri kepada wartawan, Jumat, 4 Maret.
Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019 itu, lantas mengingatkan orang terdekat Presiden Jokowi agar tidak menjerumuskannya ke 'lubang derita'. Sebab, kata dia, jika Presiden Jokowi merespons survei tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahannya sebagai dalih untuk memperpanjang masa jabatan, maka itu akan menjadi malapetaka.
"Itu yang perlu ditegaskan, supaya jangan sampai orang-orang di sekitar presiden menjerumuskan presiden ke dalam lubang yang deritanya, dan akan ditanggung presiden dan keluarganya selama-lamanya," tegas Fahri.
Sebelumnya, Lembaga Survei Indonesia (LSI) melakukan survei terhadap wacana penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden karena alasan ekonomi atau pandemi COVID-19 dengan melibatkan 1.197 responden. Hasilnya, mayoritas warga yang mengikuti survei menolak wacana-wacana tersebut.
Dalam hasil survei LSI yang disiarkan di Jakarta, Kamis, 3 Maret 2022, responden setuju pemilihan umum tetap harus dilaksanakan pada 2024. Hal itu sesuai dengan konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD 1945).
Survei tersebut dilakukan dalam dua kelompok, di antaranya kelompok wacana penundaan Pemilu 2024 dan kelompok perpanjangan masa jabatan presiden.
Direktur LSI Djayadi Hanan saat acara peluncuran hasil survei mengatakan dari total 1.197 orang responden, mayoritas dari mereka yaitu sekitar 68-71 persen, menolak perpanjangan masa jabatan presiden, sehingga Presiden RI Joko Widodo harus mengakhiri masa jabatannya pada 2024 sesuai aturan konstitusi.
Sementara, hasil yang sama juga menunjukkan dari 1.197 responden, 64 persen menunjukkan setuju pemilihan umum tetap digelar pada 2024, meskipun pada waktunya masih dalam situasi pandemi COVID-19.
BACA JUGA:
Djayadi menerangkan responden yang pro demokrasi dan pro pembangunan ekonomi punya pandangan serupa soal wacana menunda Pemilu 2024. Mayoritas responden dari dua kelompok itu menolak wacana tunda Pemilu 2024.
“Berdasarkan temuan survei ini, maka penundaan Pemilu ditolak oleh mayoritas warga, khususnya yang tahu dengan wacana tersebut. Meskipun saat ini banyak warga yang belum tahu, namun mereka juga besar penolakannya jika diberi pilihan tersebut. Artinya, semakin gencar wacana penundaan disuarakan oleh elite politik, maka semakin banyak warga yang tahu, dan akan semakin kuat pula penolakan warga terhadap perpanjangan masa jabatan atau penundaan Pemilu ini,” tutur Djayadi.