JAKARTA - Posisi Juru Bicara Presiden (Jubir Presiden) kosong selepas Fadjroel Rachman dilantik menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) RI untuk Kazakhstan merangkap Republik Tajikistan. Tentunya, Presiden Jokowi Widodo membutuhkan jubir baru untuk menggantikan Fadjroel.
Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga mengatakan, sulit menentukan siapa yang pas menggantikan Fadjroel Rachman sebagai jubir presiden.
Sebab menurutnya, sebagai jubir ia harus dapat mewakili sosok Presiden Jokowi dan memahami seluk beluk kepresidenan. Dua hal itu, kata Jamuiluddin, mutlak dipenuhi karena peranan jubir untuk mewakili Presiden Jokowi dan lembaga kepresidenan.
"Jubir presiden itu orang yang diberi tanggung jawab untuk menerangkan kegiatan-kegiatan presiden dan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan lembaga kepresidenan," ujar Jamiluddin dalam keterangan yang diterima VOI, Rabu, 27 Oktober.
Hal itu dikatakan Jamiluddin sekaligus merespon adanya kabar mantan Wakil Ketua DPR Fadli Zon atau Fahri Hamzah didapuk sebagai pengganti Fadjroel.
Jamiluddin menilai, jubir presiden harus mampu menyampaikan aktifitas dan kebijakan presiden dengan tepat dan detail. Termasuk situasi, kondisi, dan latar belakangnya. Semua itu, kata dia, harus disampaikan secara lugas dan jelas sehingga mudah dipahami oleh objek yang meminta keterangan.
"Untuk memenuhi kriteria tersebut, tentu sosok Fadli Zon atau Fahri Hamzah kurang pas. Sebab, Fadli Zon atau Fahri Hamzah memang sangat memahami lembaga kepresidenan, namun tipikal mereka sangat berbeda dengan Presiden Jokowi," jelas Jamiluddin
Menurutnya, langgam berkomunikasi Fadli Zon dan Fahri Hamzah juga sangat kontras dengan Jokowi. Fadli Zon atau Fahri Hamzah berkomunikasi cenderung direct, sementara Jokowi lebih indirect.
"Jadi, sebaiknya Presiden Jokowi mengambil jubir yang berlatar komunikasi atau komunikolog, yang memang menguasai komunikasi politik," kata Jamiluddin.
Dia menilai, komunikolog ini selain menguasai teknik berkomunikasi juga memahami kelembagaan kepresidenan. Hanya saja, kata Jamiluddin, tinggal dicari sosok yang tipikalnya mendekati tipikal Presiden Jokowi.
"Berdasarkan kriteria itulah sebaiknya Jokowi memilih jubirnya. Kalau itu dapat dipenuhi, maka jubir akan dapat mewakili tipikal Jokowi serta mumpuni dalam menyampaikan aktifitas presiden dan kebijakannya," tandasnya.
BACA JUGA:
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gelora Fahri Hamzah, menilai jubir presiden nantinya harus benar-benar mampu menyosialisasikan ide pemerintah.
"Jangan taruh figur yang ecek-ecek juga, harus betul-betul solid. Supaya Presiden terbantu di dalam menyosialisasikan ide-ide pemerintah," ujar Fahri di Gedung DPR, Senin, 25 Oktober.
Ditanya apakah dirinya mau menjadi jubir presiden? Fahri mengaku tak tertarik. Sebab, dirinya baru akan berpolitik kembali pada 2024 mendatang.
"Saya mau pensiun sampai 2024. Nanti 2024 kita tarung lagi," katanya.
Mantan Wakil Ketua DPR itu lantas menyarankan agar Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung ditunjuk sebagai pengganti Fadjroel Rachman. Alasannya, kata dia, agar jubir presiden memiliki akses dan dapat mengikuti rapat-rapat kabinet untuk kemudian menyampaikan apa yang ada di dalam rapat kepada publik.
"Saya mengharapakan Menseskab merangkap jubir itu," ungkap Fahri.