Bagikan:

JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebut kekerasan yang dialami oleh penghuni kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin tak hanya menimbulkan luka fisik tapi juga membuat trauma. Bahkan, ada seorang penghuni yang melakukan percobaan bunuh diri karena tak tahan.

Hal ini disampaikan oleh Analisis Pelanggaran HAM Yasdad Al Farisi dalam konferensi pers 'Catatan Kekerasan Kerangkeng Manusia di Kediaman Bupati Langkat Nonaktif' yang ditayangkan di YouTube Humas Komnas HAM RI, Rabu, 2 Maret.

"Selain penderitaan fisik, ada dampak traumatis akibat kekerasan. Salah satunya, sampai seorang penghuni kerangkeng melakukan percobaan bunuh diri," kata Yasdad.

Yasdad kemudian mengungkap telah terjadi beberapa pola kekerasan di dalam kerangkeng yang disebut sebagai tempat rehabilitasi itu, seperti penjemputan paksa calon penghuni hingga kekerasan yang dilakukan jika melawan atau melanggar aturan pengurus kerangkeng maupun Terbit.

Selain itu, terjadi perundungan yang dilakukan oleh penghuni kerangkeng yang sudah lebih lama berada di sana. Yasdad menuturkan, kekerasan dengan intensitas tinggi biasa terjadi di periode awal setelah penghuni masuk atau pada satu bulan pertama.

Setidaknya, ada 26 bentuk penyiksaan dari para pelaku. "Antara lain dipukuli di bagian rusuk, kepala, muka, rahang, bibir, ditempeleng, ditendak, diceburkan ke dalam kolam ikan, direndam, diperintahkan untuk bergelantungan di kerangkeng seperti monyet atau gantung monyet," ujarnya.

Tak sampai di situ, penghuni baru juga kerap dicambuk mengguna selang, mata dilakban, kaki dipukul menggunakan palu atau martil hingga kukunya terlepas, dipaksa tidur di atas daun atau ulat gatal, dipaksa makan cabai, dan juga tindakan kekerasan lain yang tak dirinci lebih jauh.

"Terdapat minimal 18 alat yang digunakan dalam tindak kekerasan ini antara lain selang, cabai, ulat gatal, daun, besi panas, lilin, jeruk nipis, garam, plastik yang dilelehkan, palu atau martil, rokok, korek, tang, batako, dan alat setrum. Lalu ada kerangkeng danjuga kolam," jelas Yasdad.

Selain itu, Komnas HAM juga menemukan beberapa istilah yang digunakan dalam proses kekerasan ini. "Pertama ada MOS, gantung monyet, sikap tobat, 2,5 kancing, dan dicuci," tegasnya.

"Kondisi fisik akibat kekerasan ini menimbulkan bekas luka maupun luka yang tidak berbekas di bagian tubuh," pungkas Yasdad.