Bagikan:

JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebut penghuni kerangkeng manusia yang ditemukan di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin dipekerjakan di pabrik sawit. Selain dipekerjakan mereka juga tidak mendapat upah.

Hal ini disampaikan oleh Komisioner Komnas HAM Choirul Anam usai melakukan pemeriksaan terhadap Terbit Rencana di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan pada hari ini atau Senin, 7 Februari.

"Ya (dibenarkan Terbit, red) yang bekerja di pabrik sawit. Iya. Kami juga sudah cek pabriknya," kata Anam kepada wartawan.

Anam mengatakan para penghuni yang bekerja di pabrik sawit itu tidak diberi bayaran. "Iya (bekerja tanpa dibayar, red)," tegasnya.

Lebih lanjut, Komnas HAM juga membenarkan adanya surat pernyataan yang harus ditandatangani oleh penghuni kerangkeng manusia tersebut. Namun, Anam mengatakan surat itu tidak hanya berisi penghuni harus berada di kerangkeng manusia itu dalam waktu 1,5 tahun tapi bervariasi.

"Surat pernyataan itu modelnya variatif enggak hanya tunggal seperti itu. Ada juga yang model lain tapi intinya memang masyarakat masuk ke sana harus membuat surat pernyataan. Tapi, modelnya tidak tunggal," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, Komnas HAM melakukan pemeriksaan terhadap Terbit di Gedung KPK karena dia kini tengah menjadi tersangka dalam kasus suap yang infrastruktur di Pemkab Langkat, Sumatera Utara.

Adapun permintaan keterangan ini dilakukan sebagai upaya memberi hak kepada Terbit untuk menjawab temuan-temuan yang ada terkait kerangkeng manusia yang disebut sebagai tempat rehabilitasi pengguna narkoba.

Sebagai informasi, keberadaan kerangkeng manusia yang diduga sebagai bentuk perbudakan di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin terungkap setelah KPK datang ke sana untuk melakukan operasi tangkap tangan (OTT).

Alih-alih menemukan Terbit, tim KPK justru menemukan sejumlah orang yang terkurung di sebuah kerangkeng besi. Saat itu mereka mengaku sebagai pekerja sawit di lahan milik Terbit.

Selanjutnya, temuan ini dilaporkan oleh Migrant Care ke Komnas HAM. Dalam laporannya, mereka menyebut para penghuni kerangkeng manusia mendapatkan perilaku kejam seperti kekerasan, makan tidak teratur, tidak dibayar saat bekerja di kebun sawit milik Terbit dan akses komunikasi dengan orang luar dibatasi.