Komnas HAM Harap Bupati Langkat Kooperatif Saat Diperiksa Terkait Kerangkeng Manusia
Komisioner Komnas HAM tiba di Gedung KPK Jakarta (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berharap Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin bersikap kooperatif saat diperiksa terkait kerangkeng manusia di rumahnya.

Apalagi, pemeriksaan ini adalah haknya untuk menjawab dugaan yang berkembang selama ini termasuk dari hasil temuan.

"Semoga dia (Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin, red) kooperatif karena ini juga hak dia untuk memberikan informasi apapun menurut dia," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin, 7 Februari.

Anam mengatakan ada beberapa hal yang nantinya akan ditanyakan kepada Terbit. Di antaranya soal kondisi hingga dugaan kekerasan yang menyebabkan hilangnya nyawa penghuni kerangkeng tersebut.

Tak hanya itu, Komnas HAM juga akan mengonfirmasi dokumen. Termasuk foto, video, dan berbagai berkas terkait kerangkeng yang disebut sebagai tempat rehabilitasi pengguna narkoba.

"Kami akan konfirmasi dengan beberapa dokumen yang kami miliki ada foto, video, ada berkas, dan lain sebagainya," ungkapnya.

Nantinya, setelah pemeriksaan Terbit selesai dilakukan, Komnas HAM akan menguji semua temuannya dengan memanggil para ahli. Termasuk ahli tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan ahli perbudakan modern.

"Baru kami akan tarik kesimpulan dan rekomendasi," tegas Anam.

Diberitakan sebelumnya, pemeriksaan yang akan dilakukan Komnas HAM terhadap Terbit dilakukan di KPK. Penyebabnya, Terbit saat ini merupakan tersangka dugaan suap infrastruktur di Pemkab Langkat, Sumatera Utara.

Sebagai informasi, keberadaan kerangkeng manusia yang diduga sebagai bentuk perbudakan di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin terungkap setelah KPK datang ke sana untuk melakukan operasi tangkap tangan (OTT).

Alih-alih menemukan Terbit, tim KPK justru menemukan sejumlah orang yang terkurung di sebuah kerangkeng besi. Saat itu mereka mengaku sebagai pekerja sawit di lahan milik Terbit.

Selanjutnya, temuan ini dilaporkan oleh Migrant Care ke Komnas HAM. Dalam laporannya, mereka menyebut para penghuni kerangkeng manusia mendapatkan perilaku kejam seperti kekerasan, makan tidak teratur, tidak dibayar saat bekerja di kebun sawit milik Terbit dan akses komunikasi dengan orang luar dibatasi.