Susul Amerika, Australia Ingin Beri Sanksi pada Putin
Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne (Foto: ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Australia berusaha untuk bergabung dengan negara lain dalam menjatuhkan sanksi langsung terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin dan memperluas tindakan hukuman keuangan itu kepada anggota parlemen Rusia dan lebih banyak oligarki, kata Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne pada Sabtu, 26 Februari.

Amerika Serikat, Kanada, Uni Eropa dan Inggris mengatakan mereka akan menjatuhkan sanksi kepada Putin dan Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov, karena Washington berupaya meningkatkan tekanan pada Moskow setelah invasi Rusia ke Ukraina.

"Ini adalah langkah luar biasa untuk memberikan sanksi kepada para pemimpin, tapi ini adalah situasi yang luar biasa," kata Payne pada konferensi pers, seraya menambahkan bahwa pemerintah sedang mencari saran tentang bagaimana mengikuti langkah negara lain itu.

"Vladimir Putin memiliki kekuatan pribadi yang tak tertandingi atas negaranya dan dia telah memilih untuk berperang melawan tetangga yang tidak menimbulkan ancaman bagi Rusia, karena dia ingin membalikkan sejarah dan mengambil kebebasan dan demokrasi yang dipilih rakyat Ukraina untuk diri mereka sendiri," lanjutnya dikutip dari ANTARA.

Dalam sanksi barunya, Payne mengatakan Australia akan menargetkan 339 anggota Duma, majelis rendah parlemen Rusia dan delapan oligarki lagi. Langkah-langkah baru tersebut mengikuti serangkaian sanksi Australia yang diumumkan awal pekan ini.

“Prioritas langsung berikutnya adalah melanjutkan sanksi terhadap lingkaran dalam Vladimir Putin dan industri pertahanan Rusia,” kata Payne.

Sebelumnya, Amerika Serikat telah memberlakukan sanksi pada Jumat, 25 Februari terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin, Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov, Menteri Pertahanan Sergei Shoigu dan Kepala Staf Umum Valery Gerasimov atas invasi Rusia ke Ukraina, demikian diumumkan Departemen Keuangan AS.

"Kami bersatu dengan sekutu dan mitra internasional kami untuk memastikan Rusia membayar harga ekonomi dan diplomatik yang amat mahal untuk invasi lebih lanjut ke Ukraina," kata Menteri Keuangan Janet Yellen dalam pernyataannya.