Pos Indonesia Harus Waspada dengan Facebook, Twitter, dan Media Sosial Lainnya, Kenapa?
Ilustrasi. (Foto: Pos Indonesia)

Bagikan:

JAKARTA - Deputi Bidang SDM, Teknologi dan Informasi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Alex Denni menyebut, kemajuan teknologi membuat persaingan antar perusahaan untuk dapat eksis semakin ketat.

Alex mengatakan, kemajuan teknologi yang dapat membantu masyarakat beraktivitas, apalagi di tengah pandemi COVID-19 ini merupakan kompetitor yang tak terlihat, namun nyata keberadaannya. Hal ini membuat perusahaan-perusahaan harus bersaing antara satu dengan yang lainnya.

Menjamurnya mediator komunikasi seperti, Facebook, Twitter, Email, dan media sosial lainnya untuk mengirimkan pesan membuat jasa kirim surat dikesampingkan. Menurut Alex, hal ini harus diwaspadai oleh PT Pos Indonesia.

"PT Pos yang tadinya mungkin tidak punga kompetitor sama sekali, sekarang dihadapkan banyak sekali kompetitor. Kalau kita tidak melakukan perubahan signifikan terhadap model bisnis tentu kita akan menghadapi kesulitan," tuturnya, dalam acara 'Launching Core Values AKHLAK PT Pos Indonesia', Senin, 14 September.

Alex mengatakan, dahulu layanan pos dikirim secara manual, setiap orang harus menunggu cukup lama untuk mengirim pesan, sekarang pesan dapat diterima dengan cepat, bahkan ratusan tiap hari pesan yang masuk melalui mediator komunikasi.

"Dulu saya tunggu Pak Pos lewat di depan rumah, sekarang pesan bisa dengan mudah diterima melalui Whatsapp. Jadi sadar tidak sadar kita sudah dikepung oleh kompetitor yang semakin tidak kelihatan," ucapnya.

Lebih lanjut, Alex mengatakan, transformasi teknologi merupakan keharusan. Langkah ini bisa membantu perseroan untuk memenangkan persaingan bisnis dengan kompetitor lainnya.

Selain itu, kata Alex, solidaritas atau kekompakan seluruh unsur perusahaan pelat merah baik di tingkat manajemen hingga karyawan juga menjadi kunci kemenangan persaingan yang tak kalah penting.

"Tidak mungkin ada kesebelasan menang kalau antara pelatih, pemain dan tim teknisnya di lapangan tidak kompak. Mustahil bisa memenangkan kompetisi yang semakin ketat," tuturnya. 

Bisnis surat pos pada periode 2000-2008 memang mengalami penurunan drastis. Munculnya layanan pesan singkat dan internet mulai menggantikan peran Pos Indonesia.

Hal ini menyebabkan Pos Indonesia mengalami kerugian setiap tahun. Pada tahun 2004-2008, Pos Indonesia merugi hingga Rp606,5 miliar.

Namun berjalannya waktu, Pos Indonesia mulai berubah setelah adanya liberalisasi bisnis pos melalui UU N0. 38 Tahun 2009 tentang pos. Transformasi bisnis pun dilakukan dengan menjadikan dirinya sebagai perusahaan induk dengan membentuk enam anak perusahaan, merevitalisasi bisnis inti dan mengembangkan bisnis baru.

Pos Indonesia mulai masuk ke bisnis ritel, properti dan asuransi. Selain itu, sejak 2013 juga melayani jasa pengelolaan dan penyewaan perkantoran serta ruang MICE (meeting, incentive, convention, exhibition).