Bakal Ada "Bom" Kasus COVID-19 Jika Pilkada Tak Ditunda
Ilustrasi pilkada (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Pengamat politik, M Qodari memaparkan risiko "bom waktu" kasus COVID-19 jika pilkada tak ditunda. Menggunakan pemodelan secara matematika, ia mengkalkulasi risiko penyebaran virus corona saat Pilkada diselenggarakan.

Direktur Eksekutif Indobarometer itu mengungkapkan jika tahapan kampanye nanti tetap dilakukan dengan tatap muka di 1.042.280 titik (asumsi 100 orang per-titik), maka potensi orang tanpa gejala (OTG) yang bergabung dalam masa kampanye 71 hari nanti diperkirakan mencapai 19.803.320 orang.

"Itu jika positivity rate kasus COVID-19 Indonesia 19 persen, dan maksimal yang ikut kampanye 100 orang. Jujur saya tidak yakin yang datang 100 orang per-titik, mungkin ada yang 500, jangan-jangan yang datang 1.000," kata Qodari dalam diskusi Evaluasi 6 Bulan dan Proyeksi 1 Tahun Penanganan COVID-19, seperti dikutip dari Antara, Minggu 13 September.

Sementara itu, Qodari mengatakan potensi OTG yang ikut bergabung dan menjadi agen penularan COVID-19 untuk hari pencoblosan 9 Desember 2020 mencapai 15.608.500 orang.

Ia menjelaskan angka 15 juta orang itu muncul jika jumlah orang yang terlibat dalam 306.000 titik kerumunan (Tempat Pemungutan Suara) dengan memakai target partisipasi 77,5 persen oleh Komisi Pemilihan Umum.

Oleh karena itu, dia merekomendasikan agar DPR merevisi UU Pilkada yang masih mengatur ketentuan kampanye terbuka yang berpotensi adanya kerumunan massa. Ia menyarankan agar diatur sanksi tegas bagi calon kepala daerah yang melanggar dan menciptakan kerumunan. 

Qodari juga menyarankan, dalam revisi UU Pilkada itu, ditentukan jadwal kedatangan pemilih berdasarkan jam, dan pengaturan jarak pemilih di luar lokasi pemilihan. Dengan kewajiban seluruh peserta telah menggunakan masker.