Desakan Tunda Pilkada Makin Kencang, Pemerintah Siapkan Dua Opsi
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dalam sebuah acara (Foto: Humas Kemendagri)

Bagikan:

JAKARTA - Desakan menunda pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 karena pandemi COVID-19 terus berdatangan.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian punya dua opsi untuk menyikapi desakan ini. Yaitu, penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) ataupun melakukan revisi aturan pilkada di tengah pandemi.

Opsi penerbitan Perppu, akan dibagi menjadi dua. Pertama, Perppu diterbitkan untuk mengatur secara keseluruhan masalah COVID-19 saat pelaksanaan pilkada mulai dari pencegahan hingga penegakan hukum.

"Atau kedua, Perppu spesifik protokol COVID untuk pilkada dan pilkades serentak. Karena pilkades ini sudah saya tunda semua ada 3.000," kata Tito dalam acara diskusi yang ditayangkan secara daring di YouTube, Minggu, 20 September.

Terkait penundaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) yang disinggungnya itu, eks Kapolri tersebut mengatakan hal ini dilakukan karena melihat penyelenggaraannya yang rawan COVID-19. Kerawanan ini muncul karena pemilihan ini tidak bisa dipantau oleh pemerintah karena yang berwenang untuk melakukan pengawasan adalah bupati dan hal ini berbeda dengan pilkada.

"Pilkada bisa bisa kita kontrol, tapi kalau pilkades, penyelenggara tiap kabupaten masing-masing? Iya kalau manajemen yang baik, kalau tidak ya rawan sekali," ujarnya.

Kembali soal opsi pemerintah mengenai Pilkada 2020, Tito menjelaskan opsi kedua adalah melakukan revisi terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). Untuk melakukan hal ini, dia meminta semua pihak memberikan dukungan karena revisi harus dilakukan secepatnya.

"Karena regulasi ini bukan hanya Mendagri. Saya hanya fasilitasi saja. Utamanya KPU sendiri yang harus disetujui Komisi II DPR RI," tegasnya.

"Sekali lagi, kuncinya di KPU sendiri. Kami mendorong membantu termasuk rapat kita lakukan Sabtu-Minggu ini," imbuh Tito.

Sebelumnya, sejumlah desakan agar pemerintah kembali melakukan kontestasi lima tahunan tersebut. Salah satu desakan ini muncul dari Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla. Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 ini menyarankan agar penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 ditunda sampai vaksin COVID-19 ditemukan.

Saran ini didasarkan pada banyaknya pelanggaran protokol pencegahan COVID-19 yang dilakukan oleh bakal pasangan calon saat mendaftar ke kantor KPU daerah setempat. Mereka banyak yang membiarkan adanya kerumunan.

"Kalau terjadi kecenderungan itu ya lebih baik dipertimbangkan kembali waktunya," kata JK di BPMJ Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Sabtu, 19 September.

JK menyebut, pelaksanaan pilkada lebih baik ditunda hingga vaksin COVID-19 tersedia dan telah diinjeksikan kepada masyarakat luas. Sehingga, tak ada lagi kekhawatiran lonjakan kasus COVID-19.

"Saya sarankan ditunda dulu sampai beberapa bulan, sampai dengan vaksin ditemukan. Kalau sampai vaksin ditemukan, nanti (angka kasus) langsung menurun itu," ucap Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) tersebut.

Menurut JK, jika pilkada kembali ditunda, jabatan kepala daerah yang telah berakhir pada tahun depan dapat diganti dengan pelaksana tugas (Plt) atau penjabat (Pj) pemerintah.

Selain JK, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta KPU, pemerintah, dan DPR RI untuk menunda penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020 demi menjaga kesehatan rakyat.

"Meminta kepada Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia, Pemerintah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk menunda pelaksanaan tahapan Pilkada Serentak 2020 hingga tahap darurat kesehatan terlewati," kata Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj dalam pernyataan sikapnya di Jakarta, dilansir Antara, Minggu, 20 September.

Pelaksanaan pilkada meskipun dengan protokol kesehatan yang diperketat, dinilai sulit terhindar dari konsentrasi orang dalam jumlah banyak dalam seluruh tahapannya.

Nahdlatul Ulama (NU) juga meminta untuk merealokasikan anggaran pilkada bagi penanganan krisis kesehatan dan penguatan jaring pengaman sosial.