Ketua Bawaslu Sebut Opsi Tunda Pilkada Serentak 2024 Hanya Pembahasan Tertutup
FOTO VIA ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja mengatakan usulan mengenai opsi penundaan Pilkada Serentak 2024 hanya merupakan pembahasan yang dilakukan dalam suatu forum rapat tertutup.

"Untuk persoalan itu, dibahas tertutup, sehingga saya tidak bisa berkomentar karena itu seharusnya rapat tertutup," kata Bagja kepada wartawan dilansir ANTARA, Jumat, 14 Juli.

Dia mengatakan hal tersebut sebatas diskusi, sehingga bukan merupakan kesimpulan dari forum Rapat Koordinasi Kementerian dan Lembaga Negara yang digelar Kantor Staf Presiden (KSP) dengan tema "Potensi dan Situasi Mutakhir Kerawanan Pemilu serta Strategi Nasional Penanggulangannya" di Jakarta, Rabu (12/7).

Selanjutnya, Bagja menjelaskan  dirinya tidak akan membawa usulan tersebut untuk dibahas bersama Komisi II DPR.

Sebab penentuan jadwal Pilkada Serentak 2024 bukan wewenang Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu, melainkan wewenang pemerintah dan DPR.

"Enggak (dibahas bersama Komisi II), itu kan ada di DPR dan Pemerintah; bukan di penyelenggara pemilu. Batasannya jelas, bukan di penyelenggara pemilu," tegasnya.

Bagja pun membantah tudingan usulan yang disampaikan dalam forum tertutup itu menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat.

"Enggak, enggak bikin gaduh," tambahnya.

Sebelumnya, dalam rapat koordinasi di kantor KSP itu, Bagja menyampaikan usulan pembahasan opsi penundaan pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 karena tahapan pelaksanaannya berbarengan dengan tahapan Pemilu 2024. Selain itu, ada pula potensi terganggunya keamanan serta ketertiban.

"Kami khawatir sebenarnya Pemilihan (Pilkada) 2024 ini karena pemungutan suara pada November 2024, yang mana Oktober 2024 baru pelantikan presiden baru, tentu dengan menteri dan pejabat yang mungkin berganti. Karena itu, kami mengusulkan sebaiknya membahas opsi penundaan pemilihan (pilkada) karena ini pertama kali serentak," jelasnya.

Bagja mengatakan apabila ada gangguan keamanan di suatu daerah, maka aparat kepolisian bisa menghadapi kesulitan untuk mendapatkan bantuan dari pasukan di daerah lain yang juga sedang menyelenggarakan pilkada.

"Kalau sebelumnya, misalnya pilkada di Makassar ada gangguan keamanan, maka bisa ada pengerahan dari polres di sekitarnya atau polisi dari provinsi lain. Kalau Pilkada 2024, tentu sulit karena setiap daerah siaga menggelar pemilihan serupa," kata Bagja.

Menanggapi hal itu, Deputi IV Kantor Staf Presiden (KSP) Juri Ardiantoro menegaskan Pemerintah tetap menggelar Pilkada Serentak pada 27 November 2024.

"Pemerintah tetap sesuai dengan skenario undang-undang bahwa pilkada dilaksanakan pada November 2024," kata Juri yang juga mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu.