JAKARTA - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari mengaku belum tahu mengenai usulan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk menunda pelaksanaan Pilkada Serentak 2024.
"Aku tidak tahu dia ngomong apa ya," ujar Hasyim usai bertemu Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa di kantor KPU, Jakarta, dilansir ANTARA, Kamis, 13 Juli.
Usulan penundaan Pemilu Serentak 2024 disampaikan Ketua Bawaslu Rahmat Bagja dalam Rapat Koordinasi Kementerian dan Lembaga Negara yang diselenggarakan Kantor Staf Presiden (KSP) bertema "Potensi dan Situasi Mutakhir Kerawanan Pemilu serta Strategi Nasional Penanggulangannya" di Jakarta, Rabu (12/7).
"Maksud dia itu apa? Aku tidak tahu," tambah Hasyim terkait usulan Bagja di KSP.
Bawaslu menyebut opsi penundaan Pilkada Serentak 2024 patut dibahas karena pelaksanaannya beririsan dengan Pemilu 2024 dan terdapat potensi terganggunya keamanan serta ketertiban.
Meski begitu, Hasyim mengatakan belum tahu dasar yang dijadikan Bawaslu RI dalam memberikan usulan penundaan pelaksanaan Pilkada Serentak 2024.
Dia justru memilih Pilkada Serentak 2024 lebih baik maju ketimbang ditunda.
"Aku belum tahu dasarnya apa dia. Kalau kami kan lebih baik maju. Coblos saja," tegasnya.
Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mengusulkan kepada pemerintah dan penyelenggara pemilu, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk membahas opsi penundaan pelaksanaan Pilkada Serentak 2024.
BACA JUGA:
Menurut Ketua Bawaslu Rahmat Bagja, sebagaimana dikutip dari laman resmi Bawaslu, opsi penundaan Pilkada Serentak 2024 patut dibahas karena pelaksanaannya beririsan dengan Pemilu 2024 dan ada pula potensi terganggunya keamanan serta ketertiban.
"Kami khawatir sebenarnya pemilihan (pilkada) 2024 ini karena pemungutan suara pada November 2024, yang mana Oktober 2024 baru pelantikan presiden, tentu dengan menteri dan pejabat yang mungkin berganti. Oleh karena itu, kami mengusulkan sebaiknya membahas opsi penundaan pemilihan (pilkada) karena ini pertama kali serentak," ujar Bagja.
Dia mencontohkan apabila ada gangguan keamanan di suatu daerah, polisi berpotensi kesulitan mendapatkan bantuan dari pasukan di daerah lain karena daerah lain juga menyelenggarakan pilkada.
"Kalau sebelumnya, misalnya, pilkada di Makassar ada gangguan keamanan, bisa ada pengerahan dari polres di sekitarnya atau polisi dari provinsi lain. Kalau Pilkada 2024, tentu sulit karena setiap daerah siaga menggelar pemilihan serupa," ujarnya.