Takut Resesi dan Kontraksi karena Pandemi, Pemerintah Bingung Cari Solusi
Ilustrasi. (Achmad Basarrudin/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menuai respons beragam. Menariknya, para menteri bidang ekonomi tak sepakat dengan keputusan tersebut, meski tujuannya untuk menekan penyebaran COVID-19. PSBB dianggap dapat mempengaruhi perkonomian nasional yang sudah mulai bergerak.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira mengatakan, ketidaksetujuan para menteri bidang ekonomi terkait dengan penerapan PSBB DKI Jakarta didasari karena ketidakpahaman mengenai masalah yang terjadi.

"Menteri bidang ekonomi tidak memahami masalah. Harusnya kan PSBB ketat didukung. Karena memang masalah utamanya adalah kesehatan yang jadi hambatan pemulihan ekonomi," ucapnya, kepada VOI, Jumat, 11 September.

Menurut Bhima, sebagai menteri bidang ekonomi seharusnya pola pikir yang dipakai adalah jangka panjang. Ia mengatakan, uji coba pelonggaran PSBB yang sebelumnya diberlakukan gagal menggerakan ekonomi, karena masyarakat tetap takut untuk belanja.

Lebih lanjut, Bhima menilai, respons berupa ketidaksetujuan menteri bidang ekonomi terhadap pemberlakukan kembali PSBB adalah bentuk ketakutan pemerintah mengenai ancaman resesi.

Seperti diketahui, Indonesia masih beruntung belum terjatuh ke jurang resesi karena pertumbuhan ekonomi pada kuartal I berada di zona positif. Namun, pada kuartal II pertumbuhan ekonomi terkontraksi cukup dalam minus 5,32 persen. Jika kuartal III perkonomian nasional masih negatif, maka secara teknikal Indonesia akan mengalami resesi.

"Resesi pasti terjadi di kuartal III. Yang mereka (para menteri) takutkan kuartal IV juga ekonomi masih kontraksi," tuturnya.

Bhima mengatakan, ketidaksetujuan beberapa menteri Jokowi terkait penerapan PSBB di DKI Jakarta menujukan pemerintah belum memiliki solusi untuk menyelamatkan sektor kesehatan dan ekonomi secara bersamaan. Sehingga, antara keputusan pemerintah dan daerah tak sejalan.

"Enggak sinkron dan ada ego sektoral antara pemerintah pusat dan daerah. Terkesan tidak ada koordinasi," katanya.

Sependapat, Direktur Riset Core Indonesia, Piter Abdullah mengatakan, respons menteri bidang ekonomi terhadap keputusan Gubernur DKI memang memunculkan dugaan bahwa keputusan ini tidak dikoordinasikan dengan pemerintah pusat. Namun, dirinya tak meyakini Hal tersebut.

"Koordinasi pasti ada. Pemerintah memang berkeinginan untuk tetap menjaga ekonomi. Tetapi jumlah penderita COVID-19 juga meningkat terus dan hampir melewati batas kemampuan pelayanan kesehatan. Mau, tidak mau harus ada upaya keras mengerem laju peningkatan penderita COVID-19," kata Piter.

Salah satu cara menekan laju penyebaran dan peningkatan kasus positif baru COVID-19, kata Piter, dengan memberlakukan PSBB ketat. Meskipun, tak dapat ditampik konsekuensinya adalah perekonomian pasti negatif.

"Tapi ini tidak bisa dielakkan. Harapannya adalah pengetatan PSBB ini bisa mendorong disiplin masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan. Sehingga kurva kita bisa segera melandai. Ketika Itu terjadi, disiplin masyarakat juga sudah terbentuk. Kita bisa mendorong kembali ekonomi dalam waktu singkat," tuturnya.

Tiga Menteri Jokowi yang Tak Setuju PSBB DKI Jakarta

Keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara ketat karena angka kasus COVID-19 terus meningkat direspons oleh tiga menteri bidang ekonomi di Kabinet Indonesia Maju. Mereka menilai penerapan pembatasan ini akan berimbas pada perekonomian yang baru saja mulai bergerak.

Adapun tiga menteri yang menyebut PSBB yang bakal dilaksanakan pada Senin, 14 September bakal memberikan dampak negatif pada perekonomian adalah Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.

Airlangga menyebut upaya Anies menarik rem darurat ini memberikan sentimen negatif terhadap pasar modal. Dia bahkan mengatakan keputusan yang diambil Anies ini memengaruhi gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sudah membaik. Saat itu, IHSG pada perdagangan di Bursa efek Indonesia (BEI) pada Kamis 10 September turun tajam hingga 5 persen pada level 4.892,87 atau turun 257,49 poin.

Airlangga mengatakan, keputusan Anies untuk menarik rem darurat sangat berpengaruh terhadap perekonomian. Sebab, kata dia, kinerja perekonomian tak hanya dipengaruhi oleh kondisi fundamental, namun juga kepercayaan masyarakat dan publik.

Selain itu, Airlangga juga tak sepakat dengan keputusan Anies melarang kegiatan perkantoran di luar 11 bidang esensial seperti kesehatan, bahan pangan/makanan/minuman, energi, komunikasi dan teknologi informatika, keuangan, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar, dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Menurut dia, tak semuanya pekerja bisa melakukan pekerjaan dari rumah. Karena itu, dirinya mengusulkan 50 persen perkantoran tetap bisa beroperasi.

"Kami sudah menyampaikan sebagian besar kegiatan kantoran itu fleksibel sekitar 50 persen di rumah dan 50 persen di kantor dan 11 sektor tetap terbuka karena DKI sebetulnya melakukan PSBB secara penuh," ungkapnya.

Tak hanya itu, Ketua Umum Partai Golkar ini tak sepakat dengan pernyataan Anies yang menyebut kapasitas rumah sakit terbatas. Meski tak memaparkan data, Airlangga memastikan, bahwa kapasitas kesehatan yang dimiliki pemerintah tidak terbatas, dan tersedia untuk masyarakat. Menurut dia, pemerintah akan terus menambah fasilitas kesehatan.

"Pemerintah menegaskan tidak ada kapasitas kesehatan yang terbatas, pemerintah punya dana yang cukup. Pemerintah akan menambah kapasitas bed, pemerintah akan meyakinkan semua daerah termasuk DKI Jakarta," ujarnya.

Kebijakan penerapan PSBB di DKI Jakarta juga dikritisi Mendag Agus Suparmanto. Kata dia, PSBB ini berpotensi mengganggu kelancaran distribusi barang karena peranannya dalam aliran distribusi nasional. Sehingga, dia menginginkan rantai pasok distribusi barang yang keluar dan masuk Jakarta tidak terganggu.

"Dalam situasi PSBB ada hal-hal yang tidak boleh terhalangi yaitu jalur distribusi. Jalur distribusi ini di setiap PSBB perlu tetap berjalan agar supply chain tidak terganggu," kata Agus.

Sependapat, Mantan Menteri sosial ini turut melontarkan kritik terhadap kebijakan yang diambil Anies. Kata Agus, kebijakan PSBB yang akan dimulai pekan depan ini akan menghambat pemulihan industri dan ekonomi nasional sehingga perlu pendekatan khusus untuk mengurangi dampak ini.

Selain itu, pemberlakuan PSBB di Jakarta ini juga dikhawatirkan bakal mengganggu kinerja industri manufaktur yang saat ini mulai berangsur pulih.

"Kami melihat industri yang sudah menggeliat ini bakal kembali mendapat tekanan. Tetapi, kami sampaikan, bagi pemerintah, kesehatan masyarakat itu suatu hal yang tidak bisa ditawar," katanya.