JAKARTA - Keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menarik tuas rem darurat lewat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat seperti di awal pandemi mendapat apresiasi dari Satgas Penanganan COVID-19.
Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menilai langkah penerapan PSBB ini sudah tepat. Melihat penambahan kasus COVID-19 di DKI Jakarta selama empat minggu terakhir ini terus bertambah.
"Pembatasan aktivitas sosial ekonomi ini memiliki dampak sosial ekonomi. Namun kita melihat dari kenaikan kasus selama empat minggu terakhir utamanya karena zona merah di peta kota di DKI Jakarta perlu dilakukan pembatasan yang lebih ketat," kata Wiku dalam konferensi pers yang ditayangkan secara daring di akun YouTube Sekretariat Presiden, Kamis, 10 September.
Wiku mengatakan jika diperlukan, DKI Jakarta menurutnya bisa melakukan pembatasan berskala mikro. Sehingga penanganan kasus COVID-19 seperti pelaksanaan pengujian, pelacakan kasus, dan perawatan bisa dilakukan lebih maksimal.
Selain itu dia, menyebut langkah penerapan PSBB yang dilakukan Anies Baswedan sudah sesuai dengan lima tahapan yang menjadi anjuran Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu.
"Jadi telah disampaikan oleh Presiden dan juga dijelaskan oleh para pimpinan nasional bahwa untuk membuka aktivitas sosial ekonomi berupa sektor itu harus melakukan proses pertama adalah prakondisi, kemudian timing, berikutnya lagi adalah prioritas, selanjutnya koordinasi pusat daerah dan yang terakhir adalah monitoring evaluasi," jelas Wiku.
"Maka yang terjadi di DKI Jakarta adalah suatu proses yang telah menjalani dari sejak pertama melakukan prakondisi, melihat berbagai kondisi yang ada, dan menentukan kapan akhirnya diubah dan dibuka," imbuhnya.
Meski DKI Jakarta akan menjalankan PSBB ketat dengan harapan angka kasus COVID-19 bisa ditekan, namun Wiku tetap mengingatkan masyarakat untuk tetap mematuhi protokol kesehatan.
Penerapan protokol kesehatan ini, kata dia, sangat berguna untuk mengurangi penambahan kasus. Dengan rendahnya penambahan kasus maka ketersediaan tempat tidur hingga ruang Intensive Care Unit (ICU) yang dikhawatirkan menipis bisa diatasi.
"Semua ini tentunya perlu partisipasi dari masyarakat. Hal-hal yang berkembang dengan keterkaitan dengan ketersediaan tempat tidur dari ruang isolasi dan ICU bisa kita kendalikan dengan baik apabila proses preventif dan promotif masyarakat betul-betul dilakukan dengan baik," ujarnya.
BACA JUGA:
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan untuk mengembalikan status PSBB pada Senin, 14 September mendatang. Dia mengaku memiliki tiga alasan yang merupakan parameter angka dan menunjukkan kondisi wabah COVID-19 di DKI saat ini menjadi mengkhawatirkan.
"Dari tiga data yaitu angka kematian, keterpakaian tempat tidur isolasi, keterpakaian ICU khusus COVID-19 menunjukkan bahwa situasi wabah di Jakarta ada dalam kondisi darurat," kata Anies di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Senin, 9 September.
Soal angka kematian, Anies menyebut angkanya di DKI memang rendah, yaitu 2,7 persen. Lebih rendah dari tingkat kematian nasional di angka 4,1 persen, bahkan lebih rendah ditingkat kematian global di angka 3,3 persen.
Meski persentase angka kematian atau case fatality rate Jakarta masih di bawah angka rata-rata nasional dan dunia, namun secara absolut jumlahnya semakin hari terus meningkat.
Kedua, soal keterpakaian tempat tidur perawatan COVID-19. Kekhawatiran menipisnya kapasitas tempat tidur dilandasi dengan angka kasus aktif COVID-19 yang terus tinggi.
Ketiga, keterpakaian tempat tidur ICU khusus pasien COVID-19 bergejala berat. Perhitungan dia, jika jumlah tidak ditambah, maka tempat tidur ICU tak bisa lagi menampung pasien pada 15 September mendatang. Bila kapasitas telah ditambah namun tidak dilakukan "rem darurat", maka akan kembali penuh pada 25 September.
"Jangka pendeknya, kita meningkatkan kapasitas. Tapi, jika tidak ada pembatasan ketat, maka ini hanya sekedar mengulur waktu. Dalam kurang dari 1 bulan, rumah sakit akan kembali penuh," jelas Anies.