JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan saksi yang dipanggil dalam dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota Bekasi kooperatif. Saat hadir dan diperiksa penyidik, mereka juga diminta untuk jujur.
Apalagi, para saksi yang dipanggil diduga mengetahui tindakan para tersangka dalam kasus ini termasuk Wali Kota Bekasi nonaktif, Rahmat Effendi atau Pepen.
"Saksi-saksi yang dipanggil tim penyidik KPK untuk kooperatif hadir dan jujur," kata Plt Juru Bicara kepada wartawan yang dikutip Selasa, 18 Januari.
Kejujuran para saksi, sambung Ali, diperlukan oleh penyidik untuk mengusut dugaan suap tersebut. Tak hanya itu, keterangan mereka juga diperlukan untuk mengembangkan kasus yang berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu, 6 Januari lalu.
"Tim KPK akan terus mengembangkan sejauh mana, kemudian perkara ini pasti akan tuntaskan. Jika ditemukan ada keterlibatan pihak lain berdasarkan bukti permulaan yang cukup, KPK akan menetapkan tersangka," tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan Rahmat Effendi atau Pepen bersama delapan orang lainnya sebagai tersangka dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota Bekasi.
Pepen diduga menerima uang miliaran rupiah sebagai commitment fee dari pihak swasta yang lahannya dibebaskan untuk proyek milik Pemkot Bekasi dan mendapat ganti rugi. Hanya saja, dia menyebut uang tersebut dengan kode sumbangan masjid.
BACA JUGA:
Selain suap di atas, komisi antirasuah mengungkap Pepen juga menerima uang terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di Pemkot Bekasi dengan jumlah Rp30 juta. Pemberian uang dilakukan oleh Direktur PT MAM Energindo, Ali Amril dan diterima oleh Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi, M Bunyamin.
Selanjutnya, dia menerima sejumlah uang dari pegawai di Pemkot Bekasi sebagai imbalan atas posisi mereka. Hanya saja, tak dirinci berapa jumlah uang yang diterima politikus Partai Golkar tersebut.
Namun, uang yang ditemukan dari hasil pemberian para pegawai itu hanya tersisa Rp600 juta saat operasi senyap dilakukan. Diduga, uang sudah ada yang digunakan sebagian untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya.