Bagikan:

JAKARTA - Laporan yang dilakukan dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun terhadap dua anak Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep masih ditelaah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pelaporan yang dilakukan Ubedilah terhadap kakak beradik itu dilakukan pada Senin, 10 Januari lalu. Keduanya dilaporkan karena diduga melakukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Masih (ditelaah, red)," kata Ali kepada VOI, Senin, 17 Januari.

Proses ini biasa dilakukan komisi antirasuah setelah mendapat laporan dari masyarakat. Tujuannya, agar mereka dapat memastikan apakah memiliki kewenangan untuk mengurusi dugaan korupsi yang dilaporkan.

Lebih lanjut, KPK meminta masyarakat tidak berspekulasi lebih jauh perihal hasil dari telaah yang dilakukan. Apalagi, menelaah laporan dugaan korupsi bukan perkara mudah dan tak bisa diburu-buru.

"Tentu butuh waktu," tegasnya.

Ubedilah melaporkan dua anak Presiden Jokowi itu karena mereka berdua diduga melakukan korupsi dan pencucian uang.

"Laporan ini terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian uang (TPPU) berkaitan dengan dugaan KKN relasi bisnis anak presiden dengan grup bisnis yang diduga terlibat pembakaran hutan," kata Ubedilah kepada wartawan usai melapor ke KPK.

Peristiwa itu disebut Ubedilah berawal dari 2015. Saat itu, ada perusahaan besar bernama PT SM yang sudah jadi tersangka pembakaran hutan dan sudah dituntut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dengan nilai Rp 7,9 triliun.

Mahkamah Agung (MA) keemudian hanya mengabulkan tuntutan sebesar Rp78 miliar. Ubedilah menyebut hal ini terjadi setelah anak Presiden Jokowi itu membuat perusahaan gabungan dengan anak petinggi perusahaan PT SM pada Februari 2019 lalu.

Dengan kondisi ini, dugaan korupsi, kolusi dan nepotisme tersebut sangat jelas melibatkan Gibran, Kaesang, dan anak petinggi PT SM karena adanya suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan Ventura.

"Dua kali diberikan kucuran dana. Angkanya kurang lebih Rp 99,3 miliar dalam waktu yang dekat. Setelah itu kemudian anak presiden membeli saham di sebuah perusahaan yang angkanya juga cukup fantastis Rp 92 miliar," ujar Ubedilah.

"Dan itu bagi kami tanda tanya besar, apakah seorang anak muda yang baru mendirikan perusahaan dengan mudah mendapatkan penyertaan modal dengan angka yang cukup fantastis kalau dia bukan anak presiden," imbuhnya.

Sementara terkait laporan ini, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti laporan dugaan korupsi yang sudah masuk tersebut. Siapapun pihak terlapornya, kata dia, lembaga siap melakukan pengusutan asal dugaan korupsi tersebut jadi kewenangan lembaganya.

"KPK tidak melihat anak siapa, tidak melihat bapaknya siapa. KPK akan menindaklanjutinya sesuai prosedur ketentuan perundangan maupun SOP di KPK untuk menelaah lebih lanjut," kata Ghufron dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 11 Januari.

Dibela PDIP

Pelaporan Gibran dan Kaesang kemudian ditanggapi PDIP yang menilai hal tersebut bermuatan politis. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto bahkan menyebut pelapor punya hubungan dengan salah satu partai politik meski tak dirincinya lebih lanjut.

"Kami juga melihat bagaimana rekam jejak Ubedilah tersebut termasuk pergerakan sosmed yang mengungkapkan keterlibatannya dengan partai politik tertentu," ungkap Hasto kepada wartawan di Jakarta, Senin, 17 Januari.

Dia bahkan mengatakan partainya sudah berkomunikasi dengan Gibran. Bahkan, apa yang disampaikan oleh Wali Kota Solo itu dianggap meredam unsur politisasi lewat upaya hukum tersebut.

Meski begitu, PDIP tetap menghormati proses hukum yang berjalan.

"Beberapa kader PDIP juga melakukan advokasi karena ini nampak ya sebagai suatu tindakan-tindakan yang political heavy-nya itu jauh lebih kuat," ujarnya.

"Tetapi meskipun demikian, setiap upaya untuk penegakan hukum dihormati oleh PDIP," pungkas Hasto.