JAKARTA - Kepala Staf Presiden, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, meminta publik tidak mudah memberikan cap negatif ke anak-anak pejabat termasuk dua anak Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep, yang dilaporkan ke KPK.
"Begini, jangan mudah sekali memberikan penghakiman bahwa seolah-olah anak pejabat itu negatif. Anak pejabat itu tidak boleh kaya, anak pejabat itu tidak boleh berusaha. Ini bagaimana sih?" kata Moeldoko, di Kantor KSP Jakarta, dilansir Antara, Selasa, 11 Januari.
Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun pada Senin, 10 Januari melaporkan Gibran dan Kaesang terkait dugaan tindak pidana korupsi dan/atau tindak pidana pencucian uang relasi bisnis anak presiden dengan grup bisnis yang diduga terlibat pembakaran hutan.
"Sepanjang usahanya itu baik-baik saja, ya biasalah. Semua memiliki hak yang sama, seperti anak saya, mau berusaha masa saya larang? Tidaklah," kata dia.
Ia meminta agar publik juga memberikan kesempatan bagi anak-anak pejabat negara untuk berusaha.
"Semua orang memiliki kesempatan untuk mengembangkan dirinya dengan baik. Jangan orang lain tidak bisa bertumbuh, tidak boleh bertumbuh, bagaimana sih negara ini," kata dia.
Badrun menyebut laporannya itu bermula pada 2015 PT SM yang menjadi tersangka pembakaran hutan dan sudah dituntut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan senilai Rp7,9 triliun.
Namun Mahkamah Agung hanya mengabulkan tuntutan senilai Rp78 miliar.
Ia menyebut hal itu terjadi karena pada Februari 2019 anak presiden membuat perusahaan gabungan dengan anak petinggi perusahaan PT SM sehingga ada dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) terkait adanya suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan ventura.
PT SM disebut mendapat kucuran dana sekitar Rp99,3 miliar dalam waktu yang singkat.
BACA JUGA:
Atas pelaporan Gibran dan Kaesang itu, Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan, akan menindaklanjuti setiap laporan masyarakat tersebut.
"Tentu dengan lebih dahulu melakukan verifikasi dan telaah terhadap data laporan ini. Verifikasi untuk menghasilkan rekomendasi, apakah aduan tersebut layak untuk ditindaklanjuti dengan proses telaah atau diarsipkan," kata dia, pada Senin, 10 Januari.
Ia menjelaskan proses verifikasi dan telaah penting sebagai pintu awal apakah pokok aduan tersebut sesuai undang-undang yang berlaku, termasuk ranah tindak pidana korupsi dan menjadi kewenangan KPK atau tidak.
"KPK juga secara proaktif akan menelusuri dan melakukan pengumpulan berbagai keterangan dan informasi tambahan untuk melengkapi aduan yang dilaporan. Apabila aduan tersebut menjadi kewenangan KPK tentu akan ditindaklanjuti sesuai ketentuan hukum yang berlaku," kata dia.