Bagikan:

JAKARTA - Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Mas'ud (AGM) tidak menyampaikan permohonan maaf meski dirinya ditetapkan sebagai tersangka korupsi. AGM hanya meminta warganya untuk tetap semangat.

"Semoga masyarakat PPU tetap semangat dan selalu dalam keberkahan Allah," kata Abdul kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat, 14 Januari dini hari.

Abdul Gafur Mas’ud mengatakan dirinya tidak mendapat bantuan pendampingan hukum dari partai meski dirinya menjabat sebagai Ketua DPC Demokrat Kota Balikpapan.

"(Tidak ada bantuan, red) saya pribadi," tegasnya sebelum memasuki mobil tahanan.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, AGM akan menjalani penahanan di Rutan KPK Gedung Merah Putih. Dia akan ditahan selama 20 hari pertama terhitung sejak Kamis, 13 Januari hingga 1 Februari.

Penahanan dilakukan untuk memudahkan tim penyidik melakukan pemeriksaan terhadap para tersangka.

Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan Abdul Gafur Mas’ud bersama Plt Sekda Kabupaten Penajam Paser Utara Mulyadi; Kepala Dinas PU dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara Edi Hasmoro; dan Kepala Dinas Bidang Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara Jusman, dan Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan, Nur Afifah Balqis sebagai penerima suap.

Sementara sebagai tersangka pemberi suap, KPK menetapkan seorang dari pihak swasta bernama Achmad Zudi. Keenam orang ini ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta pemberian izin di Kabupaten Penajam Paser Utara.

Penetapan mereka diawali dari operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar pada Rabu, 12 Januari di dua lokasi yaitu Jakarta dan Kalimantan Utara. Dari hasil penindakan tersebut, KPK turut menyita uang Rp1 miliar dan Rp447 juta di dalam rekening milik Balqis.

Selain itu, KPK juga menyita barang belanjaan berupa satu buah topi bermerek Dior dan kantong belanja Zara berisi pakaian. Penangkapan Abdul Gafur dilakukan di sebuah mal di kawasan Jakarta Selatan.

Akibat perbuatannya Abdul, Mulyadi, Edi, Jusman, dan Nur selaku penerima disangka melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara Zuhdi selaku pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.