JAKARTA - Badan-badan Perserikatan Bangsa Bangasa (PBB) pada Hari Selasa meminta donor sebesar 4,4 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp62.910.540.000.000 untuk bantuan kemanusiaan bagi Afghanistan pada tahun 2022.
Bakal menjadi rekor dana bantuan, PBB menyebut dana tersebut sebagai "penghentian kesenjangan penting" untuk memastikan masa depan Afghanistan, setelah periode kekacauan yang ditandai dengan perebutan kekuasaan oleh Taliban dan keluarnya AS yang tergesa-gesa.
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan seruan itu, yang berjumlah hampir seperempat dari PDB Afghanistan, adalah yang terbesar yang pernah dicari untuk satu negara dan tiga kali lipat dari angka yang diterimanya pada tahun 2021 ketika pemerintah yang didukung AS runtuh.
"Ini adalah penghentian kesenjangan, langkah penghentian kesenjangan yang sangat penting yang kami tampilkan di depan komunitas internasional hari ini," terang kepala bantuan PBB Martin Griffiths kepada wartawan di Jenewa, Swiss dikutip dari Reuters 13 Januari.
"Tanpa ini didanai, tidak akan ada masa depan. Kita perlu ini dilakukan, jika tidak, akan ada arus keluar, akan ada penderitaan," sambungnya.
Penarikan tiba-tiba bantuan asing tahun lalu setelah kemenangan Taliban pada Bulan Agustus, membuat ekonomi Afghanistan yang rapuh di ambang kehancuran, dengan harga pangan naik dengan cepat dan menyebabkan kelaparan yang meluas.
Sanksi Barat yang ditujukan kepada Taliban juga mencegah masuknyanya pasokan dasar makanan dan obat-obatan, meskipun ini telah mereda setelah pengecualian disahkan oleh Dewan Keamanan PBB dan Washington pada bulan Desember.
Griffiths yang telah bertemu dengan para pejabat Taliban mengatakan, rencana kemanusiaan telah 'dikalibrasi dengan hati-hati', sehingga bantuan akan langsung diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan dan bukan kepada pihak berwenang.
BACA JUGA:
Sementara itu, Filippo Grandi, Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi mengatakan, peningkatan keamanan memberikan peluang untuk menarik jutaan orang yang terlantar akibat konflik panjang di tanah air, menambahkan sejak Taliban merebut kekuasaan, 170.000 orang telah kembali.
"Konflik antara Taliban dan pemerintah sebelumnya telah berakhir dan itu telah membuka ruang keamanan yang menurut saya perlu kita manfaatkan," jelas Grandi.
"Tetapi untuk melakukan itu, kami membutuhkan sumber daya yang merupakan bagian dari seruan ini," pungkasnya.