JAKARTA - Mantan Panglima Angkatan Darat (AD) Inggris Sir Nicholas Patrick Carter mengatakan, akrab disapa Nick Carter, melancarkan perang melawan Iran karena program nuklirnya yang kontroversial akan menjadi kegagalan tata negara.
Sementara opsi militer harus berada di latar belakang sebagai sarana pencegahan selama pembicaraan diplomatik, penggunaan kekuatan terhadap Iran harus dihindari, menurut pensiunan Jenderal Sir Nick Carter dalam wawancara eksklusif dengan The National, dua bulan setelah pensiun sebagai kepala staf pertahanan.
"Apa yang perlu terjadi di sini adalah, para diplomat perlu berkeliling meja dan kesepakatan perlu dicapai. Kami tidak ingin melihat instrumen militer digunakan. Itu akan gagal," ujarnya seperti dikutip 12 Januari.
Negosiasi antara Iran dan kekuatan Barat utama, serta China dan Rusia, dilanjutkan pada November. Ada optimisme hati-hati bahwa kesepakatan dapat dicapai.
Pembicaraan Wina bertujuan untuk menghidupkan kembali Kesepakatan Nuklir 2015 antara Iran dan enam kekuatan dunia, yang menawarkan bantuan penghapusan sanksi kepada Teheran, sebagai imbalan atas pembatasan program nuklirnya.
Pada 2018, Presiden AS Donald Trump menarik AS dari pembicaraan dan menerapkan kembali sanksi ekonomi terhadap Iran. Sebagai tanggapan, Teheran mengabaikan komitmennya.
Baru-baru ini, ada perubahan posisi Israel dari penentangan terhadap kesepakatan tersebut. Menteri Pertahanan Benny Gantz dan Menteri Luar Negeri Yair Lapid mengatakan, Israel dapat mendukung kesepakatan yang dipandang menawarkan pemeriksaan terhadap ambisi nuklir Iran. Sementara, Iran menegaskan program nuklirnya semata-mata untuk tujuan sipil.
Ditanya apakah Iran bisa bermain-main di Wina, sambil mengembangkan senjata nuklir, dia mengatakan tidak ada kepentingan siapa pun, termasuk Iran dan mitra dagang dekat kawasan tersebut seperti China, untuk bergerak menuju konfrontasi militer.
"Mereka tidak ingin kawasan ini jungkir balik. Pandangan saya adalah, ini akan dikendalikan, karena pada akhirnya bukan kepentingan Iran untuk menjadi paria seperti Korea Utara," papar Jenderal Sir Nick Carter.
Ditanya apakah Inggris telah mengambil bagian dalam latihan melawan instalasi nuklir tiruan Iran, dia mengatakan, "Tidak," tegasnya.
Untuk diketahui, Jenderal Sir Nick Carter bergabung dengan tentara pada tahun 1977. Ia bertugas di Jerman selama Perang Dingin, Konflik Irlandia Utara, Pasukan PBB di Siprus, serta memimpin batalion operasi di Bosnia dan Kosovo.
BACA JUGA:
Di Irak, ia menjabat sebagai komandan brigade selama rentang waktu 2003-2004. Sementara dalam penugasan di Afghanistan pada tahun 2002 dan 2013, ia dipercaya memimpin 55.000 tentara NATO.
Sebelum pensiun, Ia menjabat sebagai kepala Panglima Angkatan Bersenjata Inggris, serta penasihat militer senior untuk Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri.