JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengaku kecewa dengan penangkapan Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi atau biasa dipanggil Pepen. Kekecewaan itu makin menjadi karena Pepen tinggal tak jauh dari rumahnya.
"Sungguh disayangkan bahwa memasuki tahun baru justru kita mendapatkan sebuah kejadian tindak pidana yang diakukan oleh pejabat yang tinggal tidak jauh dari ibu kota. Bahkan dia tinggal tidak jauh dari rumah saya di Bekasi," tulis Firli dalam akun Instagramnya, @firlibahuriofficial yang dikutip Senin, 10 Januari.
Firli mengatakan modus suap terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan sebenarnya bukan hal baru dan kerap ditangani komisi antirasuah. Namun, Pepen seakan tak bisa mengambil pelajaran dan justru menjadi salah satu pelaku.
"Peristiwa ini adalah yang berulang untuk sekian kalinya dengan modus yang hampir sama," tegas eks Deputi Penindakan KPK itu.
Atas kondisi tersebut, Firli meminta semua pihak menjadikan operasi senyap yang menjaring Pepen sebagai pelajaran. Dia tak mau ada lagi kejadian serupa yang menjerat pejabat maupun kepala daerah lainnya.
"Menjadi keprihatinan mendalam bahwa ini adalah peristiwa ini adalah yang berulang sekian kalinya dnegan modus yang hampir-hampir sama," ungkapnya.
"Saya ingin mengajak kita semua berpikir agar kita menemukan jalan keluar yang menyeluruh dan tuntas," imbuh Firli.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan Rahmat Effendi atau Pepen bersama delapan orang lainnya sebagai tersangka dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota Bekasi.
Pepen bersama M. Bunyamin yang merupakan Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi; Lurah Kati Sari, Mulyadi alias Bayong; Camat Jatisampurna, Wahyudin; dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Bekasi, Jumhana Lutfi ditetapkan sebagai penerima suap.
Sementara Direktur PT MAM Energindo, Ali Amril; swasta bernama Lai Bui Min; Direktur PT Kota Bintang Rayatri, Suryadi; dan Camat Rawa Lumbu, Makhfud Saifudin ditetapkan sebagai pemberi suap.
Dalam kasus ini, Pepen diduga menerima uang miliaran rupiah sebagai commitment fee dari pihak swasta yang lahannya dibebaskan untuk proyek milik Pemkot Bekasi dan mendapat ganti rugi. Hanya saja, dia menyebut uang tersebut dengan kode sumbangan masjid.
Selain suap di atas, KPK juga mengungkap Pepen menerima uang terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di Pemkot Bekasi dengan jumlah Rp30 juta. Pemberian uang dilakukan oleh Direktur PT MAM Energindo, Ali Amril dan diterima oleh Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi, M Bunyamin.
Kemudian, dia juga menerima sejumlah uang dari pegawai di Pemkot Bekasi sebagai imbalan atas posisi mereka. Tak dirinci berapa jumlah uang yang diterima politikus Partai Golkar tersebut.
Namun, uang yang ditemukan dari hasil pemberian para pegawai itu hanya tersisa Rp600 juta saat operasi senyap dilakukan. Diduga, uang sudah ada yang digunakan sebagian untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya.