JAKARTA - Anak Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi, Ade Puspitasari tak terima ayahnya ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia bahkan menuding penangkapan dan ditetapkannya sang ayah sebagai tersangka penerima suap sebagai bentuk pembunuhan karakter.
Tudingan ini lantas dijawab KPK dengan menyatakan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan terhadap Rahmat Effendi atau Kang Pepen sudah sesuai prosedur. Tak hanya itu, tudingan yang disampaikan juga dianggap dapat memicu kegaduhan dan kesalahpahaman publik.
Dalam video yang beredar di media sosial, Ade Puspitasari yang juga Ketua DPD Golkar Kota Bekasi mengatakan OTT yang dilakukan KPK pada Rabu, 5 Januari lalu merupakan bentuk pembunuhan karakter.
Hal ini dia sampaikan saat menghadiri kegiatan pelantikan pengurus kecamatan Partai Golkar pada Sabtu, 8 Januari lalu. Saat itu, Ade mengatakan tak ada uang sepeser pun yang dibawa KPK saat menangkap ayahnya.
"Saksinya banyak, staf yang di rumah itu saksinya. Bagaimana Pak Wali (Rahmat Effendi) dijemput di rumah, bagaimana Pak Wali hanya membawa badan. KPK hanya membawa badan Pak Wali, tidak membawa uang sepeser pun," kata Ade dalam video beredar itu.
Ade menilai, OTT seharusnya dilakukan ketika ada transaksi. "Ini tidak ada. Bahwa Pak Wali beserta KPK tidak membawa uang dari pendopo. Uang yang ada di KPK itu uang di iuran pihak ketiga, dari kepala dinas, dari camat. Itu pengembangan, tidak ada OTT, memang ini pembunuhan karakter," tegasnya.
Tak sampai di situ, dia menuding KPK berpolitik dengan menangkap ayahnya. Ade mengatakan Partai Golkar memang saat ini tengah diincar tapi dia tak menyebut siapa yang mengincarnya.
"Kuning ini sedang diincar. Kita tahu sama tahu siapa yang mengincar kuning. Tapi nanti di 2024, jika kuning koalisi dengan oranye, matilah warna lain," ungkapnya.
BACA JUGA:
Video ini pun sampai ke KPK dan ditanggapi Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri. Dia menegaskan operasi senyap yang dilakukan dan menjaring Pepen sudah sesuai prosedur yang berlaku.
"Kami tegaskan seluruh kegiatan tangkap tangan KPK tersebut dilakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku," kata Ali dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 9 Januari.
Ali mengatakan seluruh kegiatan tersebut juga didokumentasikan dengan baik dalam foto maupun video. "Sangat terang (siapa, red) pihak-pihak yang terjaring dalam OTT beserta dengan barang buktinya," tegasnya.
Dengan adanya foto maupun video itu, KPK kemudian mengingatkan jangan ada pihak yang sembarangan beropini. Apalagi, dalam melakukan kegiatan penindakan ini, tim komisi antirasuah tentu melakukannya sesuai aturan yang berlaku.
Lagipula, ujaran kontraproduktif semacam ini hanya akan memicu kesalahpahaman. "Dan membuat gaduh proses penegakan hukum yang telah taat azas," ungkap Ali.
Selain itu, KPK juga dipastikan tidak bermain politik apapun. Siapapun yang melakukan praktik rasuah, sambung Ali, akan ditangani tanpa pandang bulu.
"Penanganan perkara oleh KPK tidak pandang bulu dan tentu tidak terkait dengan latar belakang sosial politik pelakunya," ujarnya.
KPK menetapkan Rahmat Effendi atau Pepen bersama delapan orang lainnya sebagai tersangka dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota Bekasi.
Pepen diduga menerima uang miliaran rupiah sebagai commitment fee dari pihak swasta yang lahannya dibebaskan untuk proyek milik Pemkot Bekasi dan mendapat ganti rugi. Hanya saja, dia menyebut uang tersebut dengan kode sumbangan masjid.
Selain suap di atas, komisi antirasuah juga mengungkap Pepen menerima uang terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di Pemkot Bekasi dengan jumlah Rp30 juta. Pemberian uang dilakukan oleh Direktur PT MAM Energindo, Ali Amril dan diterima oleh Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi, M Bunyamin.
Kemudian, dia juga menerima sejumlah uang dari pegawai di Pemkot Bekasi sebagai imbalan atas posisi mereka. Hanya saja, tak dirinci berapa jumlah uang yang diterima politikus Partai Golkar tersebut.
Namun, uang yang ditemukan dari hasil pemberian para pegawai itu hanya tersisa Rp600 juta saat operasi senyap dilakukan. Diduga, uang sudah ada yang digunakan sebagian untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya.