JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pihaknya tidak mengincar partai tertentu. Semua pihak yang melakukan korupsi akan dijerat tanpa pandang bulu.
Hal ini disampaikan Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto menanggapi tudingan yang beredar jika penindakan dilakukan berdasarkan warna partai politik.
"Apakah Golkar, Golkar? Menurut kami ini hanya apesnya saja. Karena selama ini ranjau-ranjau yang ditebar KPK cukup banyak jumlahnya bukan hanya 10, 20 tapi ratusan," kata Karyoto dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 20 Januari dini hari.
Karyoto mengatakan seluruh laporan masyarakat terkait dugaan korupsi tentu akan disikat KPK tanpa terkecuali. "Kita tidak memandang warnanya apa, tidak. Tapi berdasarkan laporan yang ada," tegasnya.
"Kemudian ditindaklanjuti dengan cara-cara kami di mana secara undang-undang kita dilegalkan untuk melakukan penyadapan. Ya, kalau belum terpantau ya nasibnya saja mungkin masih belum tertangkap," imbuh Karyoto.
Sebagai informasi, KPK dituding menangkap kepala daerah dari partai tertentu yaitu Partai Golkar. Alasannya, dua kepala daerah yaitu Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi atau Pepen dan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin ditetapkan sebagai tersangka dalam waktu kurang dari seminggu.
Selain itu, tudingan ini juga muncul dari anak Wali Kota Bekasi, Ade Puspitasari pernah menyampaikan hal tersebut dan videonya ramai di media sosial.
Dalam cuplikan videp tersebut, Ketua DPD Golkar Kota Bekasi itu tak terima ayahnya ditangkap dan menyebut ada operasi khusus di KPK yang mengincar partai berlambang beringin tersebut.
"Kuning ini sedang diincar. Kita tahu sama tahu siapa yang mengincar kuning. Tapi nanti di 2024, jika kuning koalisi dengan oranye, matilah warna lain," ungkapnya dalam video yang beredar di media sosial.
BACA JUGA:
Tak hanya itu, dia juga mengatakan penangkapan terhadap sang ayah adalah bentuk pembunuhan karakter. Apalagi, dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu, 5 Januari lalu, KPK disebut Ade tidak membawa apa pun saat menangkap Pepen.
"Saksinya banyak, staf yang di rumah itu saksinya. Bagaimana Pak Wali (Rahmat Effendi) dijemput di rumah, bagaimana Pak Wali hanya membawa badan. KPK hanya membawa badan Pak Wali, tidak membawa uang sepeser pun," kata Ade.
Ade menilai, OTT seharusnya dilakukan ketika ada transaksi. "Ini tidak ada. Bahwa Pak Wali beserta KPK tidak membawa uang dari pendopo. Uang yang ada di KPK itu uang di iuran pihak ketika, dari kepala dinas, dari camat. Itu pengembangan, tidak ada OTT, memang ini pembunuhan karakter," katanya.