Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut ada pihak yang berupaya menggiring opini terkait operasi tangkap tangan (OTT) yang menjerat Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi alias Pepen.

Pihak tersebut dianggap memberikan opini kontraproduktif terkait proses penegakan hukum yang dilakukan oleh komisi antirasuah.

"Masih saja ada pihak-pihak yang mencoba menggiring opini kontraproduktif dalam proses penegakan hukum yang tengah dilaikan KPK," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Senin, 10 Januari.

Dia mengatakan narasi semacam ini sebenarnya bertolak belakang dengan fakta hukum yang ada dan menimbulkan kekhawatiran. Sebab, bukan tidak mungkin masyarakat malah mendapatkan informasi yang keliru terkait operasi senyap yang dilakukan pada Rabu, 5 Januari.

Ali memastikan kegiatan tangkap tangan yang dilakukan dan menjerat Pepen sudah sesuai azas dan norma hukum yang berlaku.

"Dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya KPK berpedoman pada azas-azas kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, proporsionalitas, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia," tegasnya.

"Sehingga KPK tidak mungkin tidak mungkin tebang pilih dalam melakukan penegakan hukum pemberantasan korupsi," imbuh Ali.

KPK dipastikan akan fokus mengusut dugaan penerimaan suap terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan yang dilakukan Pepen. Langkah ini, menurut Ali, sekaligus untuk membuktikan peran politikus Partai Golkar tersebut dalam kasus ini.

"Sehingga nantinya, Majelis Hakim lah yang akan memutus sesuai kewenangan dan independensinya, apakah pihak-pihak dimaksud dalam OTT atas perkara korupsi pegadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Kota Bekasi ini terbukti bersalah atau tidak," jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, anak Pepen, Ade Puspitasari tak terima ayahnya ditangkap karena terjerat kasus korupsi. Ketua DPD Golkar Kota Bekasi itu bahkan menduga ada operasi khusus di KPK untuk mengincar partai berlambang beringin tersebut.

Hal ini disampaikan Ade melalui video yang beredar di media sosial. Hanya saja, dia tak menyebut siapa yang mengincarnya.

"Kuning ini sedang diincar. Kita tahu sama tahu siapa yang mengincar kuning. Tapi nanti di 2024, jika kuning koalisi dengan oranye, matilah warna lain," ungkapnya dalam video yang beredar di media sosial.

Tak hanya itu, dia juga mengatakan penangkapan terhadap sang ayah adalah bentuk pembunuhan karakter. Apalagi, dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu, 5 Januari lalu, KPK disebut Ade tidak membawa apapun saat menangkap Pepen.

"Saksinya banyak, staf yang di rumah itu saksinya. Bagaimana Pak Wali (Rahmat Effendi) dijemput di rumah, bagaimana Pak Wali hanya membawa badan. KPK hanya membawa badan Pak Wali, tidak membawa uang sepeser pun," kata Ade.

Ade menilai, OTT seharusnya dilakukan ketika ada transaksi. "Ini tidak ada. Bahwa Pak Wali beserta KPK tidak membawa uang dari pendopo. Uang yang ada di KPK itu uang di iuran pihak ketika, dari kepala dinas, dari camat. Itu pengembangan, tidak ada OTT, memang ini pembunuhan karakter," ujarnya.

Sebagai informasi, KPK menetapkan Rahmat Effendi atau Pepen bersama delapan orang lainnya sebagai tersangka dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota Bekasi.

Pepen bersama M. Bunyamin yang merupakan Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi; Lurah Jati Sari, Mulyadi alias Bayong; Camat Jatisampurna, Wahyudin; dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Bekasi, Jumhana Lutfi ditetapkan sebagai penerima suap.

Sementara Direktur PT MAM Energindo, Ali Amril; swasta bernama Lai Bui Min; Direktur PT Kota Bintang Rayatri, Suryadi; dan Camat Rawa Lumbu, Makhfud Saifudin ditetapkan sebagai pemberi suap.