Bagikan:

JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menegaskan keterlibatan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar dalam dugaan suap penanganan kasus jual beli di Kota Tanjungbalai tidak bisa dianggap selesai begitu saja.

Hal ini disampaikan menanggapi pernyataan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata yang menyatakan dugaan keterlibatan itu dianggap selesai karena Lili sudah dijatuhi sanksi berat. Ia dinyatakan melanggar etik setelah berkomunikasi dengan mantan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial yang merupakan pihak berperkara di komisi antirasuah.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyebut pernyataan Alexander dan sejumlah pihak di KPK soal keterlibatan Lili dalam dugaan suap itu hanyalah upaya memberi perlindungan. Menurutnya, peran eks Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) itu harusnya didalami lebih lanjut.

"Kalau mencermati sejumlah pernyataan baik dari Plt Juru Bicara KPK atau pimpinan KPK, mereka itu kan terlihat seperti melindungi Lili Pintauli Siregar. Padahal kalau ditanya apakah (dugaan, red) kasus sudah selesai atau belum, bagi kami belum," kata Kurnia kepada wartawan yang dikutip Senin, 3 Desember.

Lagipula, pegiat antikorupsi ini menilai adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Lili karena telah menghubungi pihak berperkara. Sehingga, ICW sebenarnya sudah berupaya melaporkan ke Bareskrim Polri beberapa waktu lalu.

Selain itu, KPK harusnya melihat pernyataan mantan penyidiknya yang jadi terdakwa terkait suap penanganan kasus, Stepanus Robin Pattuju. Sebagai informasi, eks penyidik dari Polri itu kerap menyebut nama Lili Pintauli di persidangan bahkan sesumbar akan membongkar perbuatan mantan pimpinannya itu.

Stepanus bahkan mengatakan tak akan berhenti hingga Lili mendapatkan ganjaran atas perbuatannya.

Kembali ke Kurnia, kalaupun memang Lili juga terlibat dalam kasus lain seperti pernyataan Stepanus maka KPK harus berani mengambil sikap. Salah satunya berani menerbitkan surat perintah untuk mengusut lebih jauh keterlibatan wakil ketuanya itu.

Tak hanya itu, KPK juga harusnya tak melibatkan Lili dalam menangani kasus suap tersebut termasuk pengembangannya. Kurnia mengatakan hal ini bertujuan, agar konflik kepentingan tidak terjadi di dalamnya.

"Kami selalu mendorong agar KPK bisa mendeklarasikan kepada masyarakat bahwa penanganan perkara itu (yang menjerat Stepanus Robin, red) tidak (lagi, red) melibatkan Lili Pintauli Siregar karena ada potensi konflik kepentingan. Apalagi, namanya sudah sangat sering disebut dalam forum persidangan," tegasnya.

"Jadi kalau nanti seandainya Stepanus Robin bisa membeberkan perkara-perkara lain maka tidak ada pilihan bagi KPK selain menerbitkan surat perintah penyelidikan untuk melihat lebih lanjut, apakah ada potensi transaksi dibalik komunikasi Lili dengan pengacara tersebut," imbuh Kurnia.

Sebelumnya, Alexander Marwata menyatakan kasus yang menjerat Lili sudah selesai lantaran Dewan Pengawas KPK sudah menjatuhkan sanksi etik berat berupa pemotongan gaji sebesar 40 persen selama 12 bulan.

"Putusan Dewas KPK sudah mendapatkan sanksi (maka, red) kami melihat sudah selesai. Mulai dari putusan Dewas itu kita anggap kasus Ibu Lili sudah selesai," kata Alexander dalam tayangan YouTube KPK RI yang dikutip Kamis, 30 Desember.

Selanjutnya, Alexander berharap kasus serupa tidak kembali terjadi. Sehingga, sanksi terhadap Lili harus menjadi pembelajaran.

"Saya kira bagi Bu Lili sendiri (pemberian sanksi, red) juga menjadi pembelajaran. Supaya apa? Supaya memperbaiki diri," tegasnya.

Sementara bagi publik, Alexander berpesan agar penilaian secara objektif bisa dilakukan. Dia meminta pengawasan terhadap para pimpinan KPK terus dilakukan.

Bahkan, ia berpesan masyarakat tak takut melapor kepada Dewan Pengawas KPK jika menemukan pelanggaran etik yang dilakukan para pimpinan ke depannya.

Sebagai informasi, Lili terbukti melanggar etik setelah berkomunikasi dengan pihak yang kasusnya tengah ditangani KPK yaitu Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial.

Syahrial menjadi pihak berperkara karena penyidik tengah mengusut dugaan jual beli jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai. Pertemuan keduanya diawali dari penerbangan menuju Jakarta dari Medan.

Selain itu, Lili juga menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadinya yaitu mengurusi masalah kepegawaian adiknya iparnya, Ruri Prihartini Lubis yang bekerja di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Kualo Tanjungbalai.

Meski dinyatakan bersalah melanggar etik, Lili tidak sekalipun menunjukkan penyesalannya. Dia juga masih aktif memberikan sambutan di acara pencegahan yang dilakukan KPK di luar kota bahkan mewakili komisi antirasuah di ajang internasional beberapa waktu lalu.