Regulator Uni Eropa Sebut Belum Temukan Hubungan Perubahan Menstruasi dengan Vaksin COVID-19
Ilustrasi vaksinasi COVID-19. (Wikimedia Commons/Galería de fotografías del Ministerio de Defensa)

Bagikan:

JAKARTA - Badan Pengawas Obat Eropa (EMA) mengatakan pada Hari Selasa, mereka belum menetapkan hubungan antara perubahan siklus menstruasi dan vaksin COVID-19, setelah sebuah penelitian di Norwegia menunjukkan beberapa wanita mengalami menstruasi yang lebih berat setelah divaksinasi.

Studi Institut Kesehatan Masyarakat Norwegia (FHI) yang dirilis pada Hari Selasa menanyakan hampir 6.000 wanita berusia 18-30 tahun tentang siklus menstruasi dan pola pendarahan mereka sebelum dan sesudah vaksinasi. Studi tersebut belum ditinjau oleh rekan sejawat.

Hasil awal menunjukkan, sekitar 7,6 persen responden melaporkan periode yang lebih berat sebelum vaksinasi pertama, meningkat menjadi 13,6 persen setelah dan 8,2 persen sebelum vaksin kedua, yang naik menjadi 15,3 persen setelah suntikan kedua.

"Studi lebih lanjut akan diperlukan di mana kami mengukur kadar hormon dll untuk sepenuhnya menentukan itu," jelas Georgy Genov, kepala farmakovigilans di European Medicines Agency dalam jumpa pers, mengutip Reuters 21 Desember.

Dia mengatakan, penting untuk dicatat bahwa setiap gangguan menstruasi yang terlihat dalam penelitian yang muncul bersifat sementara.

Sementara itu, Institut Norwegia mengatakan wanita muda yang mengalami perdarahan menstruasi berat dan terus-menerus setelah menerima vaksin COVID-19, mungkin perlu menunda untuk menerima suntikan lain sampai penyebabnya diselidiki dan gejalanya telah berhenti.

Mereka juga harus berkonsultasi dengan dokter mereka untuk menyingkirkan penyakit lain yang mungkin memerlukan pengobatan. Dengan perubahan menstruasi sementara dalam siklus teratur, dosis vaksin berikutnya dapat diberikan sesuai rencana.

Namun, kata FHI, perubahan adalah efek samping sementara bagi sebagian besar dan seharusnya tidak mencegah perempuan untuk disuntik.

"Vaksinasi memberikan perlindungan kepada individu terhadap perjalanan COVID-19 yang parah, serta berkontribusi pada pengurangan penularan di masyarakat," sebutnya.

Untuk diketahui, Genov dari EMA mengatakan badan tersebut tidak memiliki data yang menunjukkan vaksin apa pun, termasuk suntikan COVID-19, memengaruhi kesuburan orang.