Kerap Terhambat Audit, Jadi Alasan KPK Berupaya Hitung Sendiri Kerugian Negara di Kasus RJ Lino
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata/FOTO: Wardhany Tsa Tsia-VOI

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan lamanya proses Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kerap membuat perhitungan kerugian negara dalam proses pengadaan barang dan jasa terhambat. Alasan ini yang kemudian membuat komisi antirasuah berupaya menghitung sendiri.

Hal ini yang setidaknya menjadi alasan KPK kemudian menghitung sendiri kerugian negara dalam kasus korupsi yang menjerat mantan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) Richard Joost Lino alias RJ Lino.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata awalnya menjelaskan pembuktian keuangan negara memang kerap menjadi keluhan para jaksa, termasuk mereka yang bertugas di daerah. Menurutnya, meski meminta bantuan lain selain BPK, yaitu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tapi proses audit tetap lama.

"Selama ini sering terhambat teman-teman penyidik di kejaksaan di daerah itu. Mereka selalu mengeluhkan lamanya audit meskipun mereka tidak hanya meminta BPK tapi lebih banyak sebetulnya kepada BPKP," kata Alexander kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 21 Desember.

Atas alasan ini, Alexander mengatakan, pimpinan KPK mendorong perhitungan kerugian negara bisa dilakukan sendiri. Apalagi, dalam proses penuntutan terhadap RJ Lino harus disertai hitungan tersebut karena menyangkut pengadaan barang dan jasa.

"Saya mendorong, pimpinan mendorong supaya dilakukan penghitungan kerugian negara menyangkut pengadaan barang dan jasa (PBJ) dan itu sudah dilakukan," tegasnya.

Alexander mengatakan penghitungan sendiri itu tidak melanggar Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2016. Penyebabnya, peran auditor BPK yang diatur dalam surat tersebut juga mulai digantikan oleh BPKP.

"Dari situ saja sebetulnya SEMA ini sudah kehilangan maknanya. Karena teman-teman penyidik meminta bantuan BPKP untuk audit," ungkap Alexander.

Penyidik sambung Alexander sebenarnya bisa melakukan penghitungan kerugian negara. Mengingat, keputusan akhir perihal kerugian itu menjadi keputusan hakim.

"Di putusan kan disebutkan di situ berapa kerugian negara dan siapa yang nanti yang harus bertanggung jawab untuk mengembalikan kerugian negara," jelasnya.

"Jadi putusan hakim sebetulnya. Hasil audit itu sebetulnya hanya menjadi semacam alat bantu bagi hakim untuk mengungkap terjadinya proses kerugian negara itu. Apakah itu mengikat? Oh tidak. Tentu tidak mengikat hakim harus setuju," imbuh Alexander.

Diberitakan sebelumnya, RJ Lino divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan karena terbukti melakukan korupsi pengadaan dan pemeliharaan 3 unit QCC pada tahun 2010 di Pelabuhan Panjang (Lampung), Pontianak (Kalimantan Barat), dan Pelabuhan Palembang (Sumatera Selatan).

Hanya saja, Rosmina selaku ketua majelis hakim mengajukan pendapat berbeda (dissenting opinion) dan menyatakan dalam diri RJ Lino tidak ditemukan niat jahat sehingga tidak dapat dipidana.

Meski begitu, dia tetap dinyatakan bersalah karena dua orang hakim yaitu hakim anggota satu Teguh Santoso dan hakim anggota dua selaku hakim ad hoc tipikor Agus Salim. Keduanya meyakini RJ Lino melakukan korupsi.