Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily, meminta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menjelaskan secara transparan soal aturan karantina bagi warga yang baru melakukan perjalanan dari luar negeri. 

Hal ini menyusul banyaknya masalah dugaan pelanggaran karantina yang belakangan ini muncul. Apalagi, kebijakan waktu karantina juga kerap berubah mulai dari kewajiban karantina 7 hari, 5 hari, 3 hari, dan kini menjadi 10 hari. Ace khawatir aturan ini membuat pertanyaan di masyarakat.

"Kita tidak ingin bahwa Indonesia menjadi tempat persebaran COVID-19 dengan berbagai macam varian termasuk varian Omicron. Satu hari (karantina, red) saja pasti akan berpengaruh terhadap nasib rakyat," ujar Ace dalam kerja Komisi VIII bersama BNPB, Senin, 13 Desember.

Selain aturan waktu, menurut politikus Golkar itu, BNPB juga perlu terbuka soal tempat karantina di hotel. Sebab kata Ace, biaya yang dikeluarkan untuk karantina selama 10 hari tidak bisa dibilang sedikit.

Ace khawatir, ada persepsi masyarakat karantina ini dibisniskan untuk mendapatkan keuntungan, seperti halnya dugaan bisnis PCR. 

"Jangan sampai ada tuduhan masyarakat bahwa ini bisnisnya BNPB bekerja sama dengan pemilik hotel. Ini yang harus ditepis," tegas Ace.

Ace mengungkapkan, kocek yang harus dikeluarkan perorangan untuk karantina 10 hari mencapai Rp24 juta. 

"Banyak yang WA ke saya, ini misalnya 10 hari Rp24 juta, kan lumayan pak Rp24 juta, Rp24 juta pak 10 hari paket karantina di hotel," ungkap legislator Jawa Barat itu.

Tak hanya besaran biaya karantina di hotel, sambung Ace, terkadang kondisi hotel yang kerap penuh juga menjadi masalah. Karenanya, dia berharap, kewajiban karantina selama 10 di hotel yang sudah disediakan tidak lagi menjadi beban hidup baru bagi masyarakat.

"Saya kira ini jangan sampai menimbulkan persepsi yang kemudian masyarakat menjadi bertanya-tanya. Walaupun secara ekonomi juga bagus untuk hidupnya hunian hotel, tapi kan buat rakyatnya jadi terjepit pak," pungkas Ace.