Bagikan:

JAKARTA - Pengacara terdakwa kasus dugaan suap penguran nilai pajak Angin Prayitno, Syaefullah Hamid menyatakan pemeriksaan pajak terhadap PT Johnlin Baratama bukan di masa kepemimpinan kleinnya sebagai Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Pernyataan itu menanggapi persidangan lanjutan kasus dugaan suap pengurusan nilai pajak tahun 2016 dan 2017 di lingkungan DJP Kemenkeu. Di mana, jaksa menghadirkan tiga saksi antara lain Konsultan Pajak PT Jhonlin Baratama, Agus Susetyo serta dua pegawai pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Yudi Sutiana dan Yulianto.

"Faktanya pemeriksaan pajak PT Johnlin Baratama dilakukan sudah bukan di era Angin Prayitno Aji," ujar Syaefullah Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa, 29 November.

Berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dan berita acara pemeriksaan (BAP) saksi bernama Yulmanizar yang juga merupakan tim pemeriksa pajak dari DJP Kemenkeu, penetapan besaran pajak PT Johnlin Baratama dilakukan sesuai dengan permintaan dari Agus Susetyo yang merupakan konsultan pajak perusahan tersebut.

"Dengan mengkondisikan besarnya nilai pajak berdasarkan permintaan Agus ini diserahkan kepada Supervisor untuk diteruskan kepada Kasubdit Pengendali dan atas sepengetahuan Yulmanizar, Kasubdit meneruskannya kepada Direktur P2 Angin Prayitno Aji. Atas permintaan tersebut menurut Yulmanizar Direktur P2 Angin Prayitno Aji menyetujui," papar Syaefullah.

Kemudian, dalam BAP itupun Angin Prayitno menyetujui penerbitan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan yang merupakan dasar dari Ketetapan Pajak. Hanya saja, proses persetujuan itu terjadi pada April 2019.

Di mana, pada waktu itu Angin Prayitno tidak lagi menjabat sebagai Direktur Pemeriksaan dan Penagihan. Sebab, kata Syaefullah, kliennya telah melepas jabatan itu sejak awal 2019.

"Sejak Januari 2019 Angin Prayitno Aji sdh bukan lagi sebagai Direktur Pemeriksaan dan Penagihan," tegasnya.

"Proses awal pemeriksaan mulai dari Penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan pada 22 Maret 2019, pelaksanaan pemeriksaan, penerbitan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan, penghitungan nilai pajak dan pembuatan laporan Hasil Pemeriksaan dilakukan di masa Irawan sebagai pejabat yang baru," paparnya.

Sehingga, dalam persidangan itu tidak ada kesepakatan dalam penentuan pajak PT Johnlin Baratama. Selain itu, tidak ada pemberian uang kepada pemeriksa pajak atau pihak lain yang terkait.

Bahkan, dalam pembahasan akhir PT Johnlin Baratama sempat tidak setuju dengan beberapa pos koreksi pajak yang dilakukan oleh pemeriksa pajak. Sehingga wajib pajak mengajukan sanggahan.

"Namun karena ketetapan pajak diterbitkan tidak sesuai dengan penghitungan wajib pajak, maka wajib pajak melakukan upaya Keberatan ke Kantor Wilayah DJP di Banjarmasin. Upaya keberatan ini dikabulkan sebagian oleh Kantor Wilayah," tandasnya.

Sebagai informasi, dalam dakwaan Angin memerintahkan semua Kasubdit bawahannya mencari wajib pajak yang potensial dan bagus. Yulmanizar dan kelompok IV memilih PT Jhonlin.

Tim itu mendapatkan potensi pajak PT Jhonlin di tahun 2016 sebesar Rp 6,6 miliar dan 2017 sebanyak Rp 19 miliar. Hasil analisis itu diteruskan ke Komite Pemeriksaan Tingkat Pusat pada Januari 2019. Setelah disetujui, Angin Prayitno Aji menerbitkan instruksi untuk meneruskan pemeriksaan. Meski Angin sudah diganti dari jabatannya pada 22 Maret 2019, namun pemeriksaan tetap berlanjut.

Selain itu, dengan adanya pemeriksaan, PT Jhonlin menunjuk konsultan Agus Susetyo. Selama pemeriksaan pajak, tim dari Ditjen Pajak sempat terjun ke lapangan di lokasi PT Jhonlin di Batulicin, Kalimantan Selatan pada Maret 2019.

PT Jhonlin melalui Agus membiayai akomodasi tim pemeriksa, mulai dari tiket pesawat, hingga hotel. Saat perjalanan pulang setelah pemeriksaan, Agus Susetyo melobi tim pemeriksa pajak agar mereka merekayasa nilai kurang bayar pajak PT Jhonlin Baratama tahun 2016 dan 2017 di kisaran Rp 10 miliar.

Agus menjanjikan uang Rp 50 miliar untuk pemeriksa pajak dan pejabat struktural. Wawan Ridwan menyampaikan permintaan itu ke Dadan. Dadan menyetujuinya.

Jaksa menyatakan Febrian yang bertugas membuat draf penghitungan Laporan Hasil Pemeriksaan. Draf sengaja dibuat agar Surat Ketetapan Pajak untuk PT Jhonlin nantinya sesuai dengan permintaan Agus, yaitu Rp 10 miliar. Atas arahan Yulmanizar, Febrian kemudian mengatur angka kurang bayar pajak PT Jhonlin sebesar Rp 70,6 miliar untuk tahun 2016.

Sedangkan untuk tahun 2017, Febrian mengatur lebih bayar pajak PT Jhonlin sebanyak Rp 59,9 miliar. Sehingga jumlah kurang pajak PT Jhonlin menjadi Rp 10,6 miliar. Padahal seharusnya nilai kurang bayar pajak Jhonlin adalah Rp 63,6 miliar.