JAKARTA - Menteri BUMN sekaligus Ketua Tim Pemulihan Ekonomi dan Penanganan COVID-19, Erick Thohir mengatakan, BUMN melalui PT Bio Farma sebagai holding farmasi pelat merah sedang menyelesaikan uji klinis tahap III vaksin Sinovac asal China.
Lebih lanjut, Erick menjelaskan, jika urusan uji klinis tahap III sudah dilakukan pada 1.620 orang pada September mendatang dan mulai akhir tahun ini 250 juta vaksin siap diproduksi, tahapan selanjutnya adalah melakukan imunisasi secara massal di kota-kota yang masuk zona merah.
Menurut Erick, jika pelaksanaannya lancar dan tidak ada hambatan, vaksin COVID-19 bisa segera diproduksi dan akan disuntikkan sebanyak 30 hingga 40 juta di awal tahun 2021 ke masyarakat.
"Kalau ini benar semua, Januari-Februari kita bisa menyuntikkan sampai kurang lebih 30-40 juta vaksin," ujarnya, dalam sebuah diskusi virtual, Jumat, 7 Agustus.
Namun, Erick menjelaskan, karena jumlah vaksin ini terbatas dan tidak bisa memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat Indonesia, maka dalam penyuntikkan akan membutuhkan kerja sama yang kompak antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, TNI, Polri dan Palang Merah Indonesia (PMI).
Menurut Erick, khusus untuk Indonesia membutuhkan vaksin COVID-19 untuk mengimunisasi berjumlah 160 hingga 190 juta orang. Karena itu, kata dia, perlu kerja sama.
"Kalau dua kali suntik jadi 320 sampai 380 juta vaksin. Kapasitas kita 40 juta per tahun, tiba-tiba sekarang harus 320 sampai 380 juta setahun, sesuatu yang impossible kalau kerja sendiri-sendiri," jelasnya.
BACA JUGA:
PT Bio Farma menyatakan siap memproduksi 250 juta vaksin hingga akhir tahun 2020. Indonesia sendiri melalui Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek/BRIN) sedang mengembangkan vaksin Merah Putih, namun masih dalam tahap awal.
Libatkan Kalbe Farma dan Sanbe
Erick mengatakan, jika produksi vaksin Bio Farma tidak cukup memenuhi kebutuhan 380 juta vaksin untuk dua kali imunisasi, pemerintah juga bekerja sama dengan perusahaan medis swasta nasional seperti Kalbe Farma dan Sanbe.
Mereka boleh memproduksi vaksin dari Sinovac ini, tapi tidak boleh menjualnya secara bebas. Penerapan imunisasi vaksin corona ini harus terpusat oleh pemerintah.
"Musti dikontrol, karena ini menggunakan anggaran pemerintah. Jadi enggak bisa nanti (perusahaan) masing-masing jual vaksin sendiri ke rakyat. Nanti yang kaya malah duluan disuntik karena mampu bayar, enggak boleh seperti itu," kata dia.
Tak hanya itu, Erick mengatakan, selain menyiapkan imunisasi massal dari vaksin buatan China, proses menciptakan vaksin buatan Indonesia atau vaksin merah putih terus dilakukan.
Erick sudah meminta Kepala BPPT Bambang Brodjonegoro agar proses menemukan vaksin di dalam negeri terus dilakukan. Namun, kapan akan dilakulan uji klinis hal ini diserahkan kepada BPPT.
"Pak Bambang sedang mengusahakan, biarkan itu berjalan, tapi uji klinis 1, 2, dan 3 kapannya, biarkan kita dukung," jelasnya.