Ini Sebabnya, Mengapa Aksi Kekerasan yang Dipicu Narkoba Bisa Lebih Berbahaya
Tim assestment Rehabilitas Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) DKI Jakarta, Dr. Nadiah

Bagikan:

JAKARTA - Polres Metro Jakarta Pusat menyebutkan para pelaku kejahatan jalanan di Jakarta Pusat kerap menggunakan narkoba sebelum melancarkan aksi kejahatan.

Berdasarkan data tangkapan pelaku kejahatan yang dilakukan Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Pusat, pelaku kejahatan selalu menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dalam tiap aksinya.

Hal itu terbukti setelah dilakukan tes urine terhadap para pelaku kejahatan dan hasilnya positif metamfetamine.

Wakapolres Metro Jakarta Pusat AKBP Setyo Koes Heryanto mengatakan, para pelaku kejahatan jalanan cenderung kerap menggunakan narkoba untuk menambah nyali. Seperti yang dilakukan ADR alias Topeng bersama komplotannya sebelum melakukan aksi, ADR berpesta narkoba jenis sabu.

"Didasari penggunaan narkoba sebelum menjalankan aksi kejahatan. Tersangka ADR pesta sabu di Pulogadung, Jakarta Timur," katanya kepada wartawan, Selasa 16 November.

Senada dengan Setyo Koes Heryanto, tim assestment Rehabilitas Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) DKI Jakarta, Dr. Nadiah mengatakan adanya keterkaitan antara pelaku kejahatan dengan narkoba.

Menurutnya, korelasi pemakai metamfetamine atau sabu dengan kekerasan, metamfetamine atau sabu dalam narkotika digolongkan dalam stimulan atau zat yang menimbulkan peningkatan aktifitas.

Dikatakannya, efek (penggunaan narkoba) hingga mood berlebihan menyebabkan seseorang pengguna adanya peningkatan mood.

"Apabila pada dasarnya dia melakukan kekerasan, biasanya mood melakukan kekerasan akan lebih tinggi lagi," kata Nadiah kepada VOI, Selasa 16 November.

Lebih lanjut dia mengatakan, karena fungsi sabu atau metamfetamine di otak akan merangsang untuk melepaskan Dopamin.

"Sangat jelas apabila dikorelasikan penggunaan sabu dengan kejahatan. Karena ada peningkatan motorik, percaya diri, fokusnya. Sehingga apabila melakukan kekerasan dia akan lebih berani lagi," katanya.

Efek narkoba penggunaan jangka panjang, lanjutnya, ada yang mengalami gangguan jiwa, kerusakan jantung, kerusakan organ di tubuh dan otak.

Pengguna narkotika, sambungnya, rata-rata berada di usia produktif.

"Terakhir yang kita pegang usia produktif, usia sekitar 20 - 40 tahun. Sedangkan usia sekolah trennya lagi macem - macem, ada tembakau sintetik, ganja sintetik, banyak sekali yang sintetik," katanya.