Bagikan:

JAKARTA - Dalam peringatan Hari Anak Nasional (2023) yang diperingati setiap tanggal 23 Juli, Komisi VIII DPR RI menyoroti isu kekerasan hingga perundungan atau bullying yang masih menghantui generasi penerus bangsa. Oleh sebab itu, Pemerintah didorong menciptakan ekosistem perlindungan bagi anak.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Tubagus Ace Hasan Syadzily mengatakan, sudah menjadi tanggung jawab negara dalam menjamin hak-hak dasar anak. Antara lain hak mendapatkan keamanan, hak mendapatkan pendidikan hingga hak memperoleh kesehatan.

"Negara perlu hadir untuk memastikan agar anak-anak terlindungi dari berbagai persoalan. Terutama bagaimana Pemerintah harus menciptakan ekosistem perlindungan bagi anak dan lingkungan yang ramah anak," kata Ace, Senin 24 Juli.

Komisi VIII DPR yang salah satu bidang tugasnya terkait perlindungan anak memberi sejumlah catatan di Hari Anak Nasional 2023. Ace berharap, berbagai persoalan yang menjadi sorotan Komisi VIII bisa mendapat perhatian lebih sehingga tidak terus berkelanjutan.

"Saya mencatat berbagai problematika yang dihadapi anak-anak Indonesia saat ini. Antara lain kekerasan terhadap anak yang masih cukup tinggi, perundungan atau bullying, pernikahan anak, anak yang berhadapan dengan hukum, ketergantungan terhadap gawai serta narkoba," ungkapnya.

Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), ada 21.241 anak yang menjadi korban kekerasan di dalam negeri pada tahun 2022. Jenis kekerasan yang paling banyak dialami oleh anak adalah kekerasan fisik (3.746 kasus), kekerasan psikis (4.162 kasus), dan kekerasan seksual (9.588 kasus).

Oleh karena itu, Ace menganggap kasus kekerasan terhadap anak masih menjadi pekerjaan rumah bagi negara. Ia menekankan Pemerintah perlu melakukan berbagai upaya untuk mencegah dan menangani kekerasan terhadap anak.

"Selain itu Pemerintah perlu bekerja keras untuk meningkatkan penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan terhadap anak. Pelaku kekerasan terhadap anak harus dihukum dengan tegas agar mereka tidak mengulangi perbuatannya. Saya percaya bahwa setiap anak berhak tumbuh dan berkembang dengan aman dan bahagia," ungkap Ace.

Sementara terkait aksi bullying atau perundungan pada anak, Legislator dari Dapil Jawa Barat II ini menyinggung mengenai kejadian pembakaran sekolah yang dilakukan oleh seorang siswa SMPN 2 Pringsutat, Temanggung. Pembakaran itu dipicu oleh sakit hati siswa pelaku akibat kerap di-bully oleh teman dan gurunya sendiri.

“Efek psikis pada anak yang menjadi korban bullying mempengaruhi perilaku dan keputusannya di masa depan. Banyak juga peristiwa pidana yang dipicu akibat aksi bullying,” sebutnya.

“Fenomena ini harus jadi perhatian kita bersama agar bagaimana kita temukan solusi yang komprehensif untuk mencegah aksi-aksi bullying beserta dampak yang bisa terjadi,” imbuh Ace.

Menurutnya, kejadian di Temanggung adalah bukti bagaimana seorang anak korban bullying bisa bertindak nekat tanpa

mempertimbangkan baik dan buruknya. Oleh karena itu, Ace mengatakan harus ada kerja sama lintas instansi untuk mengatasi persoalan bullying.

“Negara perlu bersikap serius mengenai pengawasan, ditambah edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya dari bullying serta pendampingan bagi korban," tuturnya.

Kasus perundungan di negara Indonesia sendiri memang sudah cukup mengkhawatirkan, di mana Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat setidaknya sudah terungkap 12 kasus perundungan di sekolah untuk Januari hingga Mei 2023 saja.

Lebih lanjut, Ace menyinggung soal kasus perkawinan anak yang masih cukup tinggi di Indonesia. Dalam HAN 2023, Pemerinah mengusung tema ‘Anak Terlindungi, Indonesia Maju’, yang didalamnya memuat sub tema yakni stop perkawinan anak.

“Sosialisasi dan edukasi untuk menghentikan pernikahan anak sangat penting. Memang pernikahan anak di sejumlah daerah sudah menjadi budaya, tapi dengan mengedukasi bahwa hal tersebut adalah pelanggaran terhadap anak, kita berharap tren perkawinan anak bisa menurun,” papar Ace.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, ada 1,2 juta anak perempuan di Indonesia yang menikah sebelum usia 18 tahun. Angka ini menunjukkan bahwa perkawinan anak masih menjadi masalah serius di Indonesia.

Ada berbagai faktor maraknya perkawinan anak di Indonesia, mulai dari masalah finansial hingga tradisi. Untuk itu, Ace mendorong Pemerintah menggencarkan sosialisasi mengenai dampak kesehatan fisik dan mental, dampak sosial, hingga dampak ekonomi rumah tangga jika anak dikawinkan saat belum waktunya.

"Pemerintah harus rajin memberikan edukasi akan dampak negatif apabila anak yang belum siap secara mental namun dipaksa membina rumah tangga,” ucapnya.

"Anak berhak untuk tumbuh dan berkembang secara sehat dan bahagia. Pernikahan dapat menghambat anak untuk mencapai potensi penuh mereka," lanjut Ace.

Di sisi lain, Komisi VIII DPR mendukung upaya Pemerintah yang menjadikan peringatan HAN 2023 sebagai momentum bagi orang tua untuk mengawal anak agar cerdas dalam bermedia sosial demi menuju generasi emas. Ace mengingatkan, banyaknya kasus mengkhawatirkan saat ini bermunculan dampak anak kecanduan gawai, bahkan sampai ada yang harus menjalani sesi rehabilitasi.

“Pengawasan orang tua dan keluarga sangat dibutuhkan dalam hal ini. Jadilah role model yang baik bagi anak, tunjukkan kepada anak bagaimana menggunakan media sosial dengan bijak karena banyak konten di medsos yang cukup berbahaya sehingga harus disaring seperti konten kekerasan, pornografi, dan ujaran kebencian,” urainya.

“Konten-konten ini dapat mempengaruhi perilaku anak dan membuat mereka melakukan tindakan yang berisiko dan berbahaya. Ayo sama-sama kita lindungi anak-anak dari dampak negatif medsos,” sambung Ace.