JAKARTA - Penggunaan "anjay" sebagai bahasa cakapan (prokem) sedang ramai dibicarakan. Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menganggap penggunaan kata "anjay" mengandung unsur kekerasan.
Namun, ahli bahasa dari Universitas Negeri Jakarta, Krisanjaya, menganggap tak semua tuturan "anjay" digolongkan sebagai bentuk kekerasan verbal yang berujung perundungan (bullying).
Sebab, kata Krisanjaya, penafsiran kata "anjay" harus dilihat pada makna kontekstual orang yang menuturkan kata tersebut.
"Soal kata 'anjay' digolongkan sebagai kekerasan verbal, haruslah dilihat pada makna kontekstualnya," ucap Krisanjaya saat dihubungi VOI, Senin, 31 Agustus.
Ia menjelaskan, pembentukan kata "anjay" berasal dari referensi kata "anjing" yang merupakan hewan. Dalam ragam cakapan, saat ini kata "anjing" bisa digunakan orang sebagai makian atau bentuk kekesalan.
"Jika makna kontekstual kata "anjay" sebagai makna makian atau hinaan, maka itu dapat digolongkan sebagai kekerasan verbal kepada seseorang," kata dia.
Namun, ada bentuk penafsiran lain atas penggunaan kata "anjay". Kata Krisanjaya, "anjay" bisa digunakan sebagai kata penegasan dalam kalimat yang diucapkan seseorang.
"Jika penggunaan kata tersebut digunakan sebagai penegas diri, maka tidak lah tergolong ke dalam kata dengan muatan kekerasan verbal. Misalnya dalam kalimat, 'Anjay, gue lupa bawa helm'," jelas Krisanjaya.
BACA JUGA:
Seperti diketahui, Komnas PA membuat heboh jagat media sosial karena meminta masyarakat tak lagi menggunakan kata "anjay" dan menyebut penggunaan kata tersebut dapat berpotensi pidana.
Menurut Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait, kata "anjay" yang tengah populer ini dapat berujung pidana karena menjadi bentuk kekerasan atau bullying.
"Jika istilah 'anjay' mengandung unsur kekerasan dan merendahkan martabat seseorang adalah salah satu bentuk kekerasan atau bullying ini dapat dipidana, baik digunakan dengan cara dan bentuk candaan. Namun jika unsur dan definisi kekerasan terpenuhi sesuai dengan ketentuan Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, tindakan itu adalah kekerasan verbal," kata Arist.
Arist menjelaskan, penggunaan kata "anjay" tersebut harus dilihat dari berbagai sudut pandang. Dia mengatakan, jika anjay digunakan sebagai kata ganti ucapan atas kekaguman pada satu peristiwa maka tak ada unsur bullying karena tak menimbulkan ketersinggungan, sakit hati, dan merugikan meski diartikan sebagai sebutan dari salah satu binatang.
Hanya saja akan lain ceritanya ketika "anjay" ini menjadi sebutan bagi seseorang apalagi jika orang tersebut tidak dikenal dan diucapkan orang yang lebih dewasa.
"Istilah tersebut adalah salah satu bentuk kekerasan verbal dan dapat dilaporkan sebagai tindak pidana. Oleh sebab itu, harus dilihat perspektifnya karena penggunaan istilah 'anjay' sedang viral di tengah-tengah pengguna media sosial dan anak-anak," imbuh dia.