JAKARTA - Peristiwa kebakaran yang terjadi di area Kilang Pertamina di Cilacap, Jawa Tengah, pada Sabtu, 13 November, dinilai harus menjadi pintu masuk untuk memeriksa dugaan adanya unsur kesengajaan. Sebab, setelah kasus kebakaran kilang di Cilacap tahun ini setidaknya telah terjadi tujuh kali kebakaran di kilang-kilang minyak Pertamina di berbagai daerah sejak tahun 1995.
"Bisa kemungkinan lain misalnya human error, yang menjaga berapa banyak,sedang apa saat itu? Kemudian mungkin tidak terjadi sabotase? Ya mungkin juga. Oleh siapa? Bisa mafia migas, bisa juga orang-orang lain yang berkepentingan untuk membuat instabilitas. Kenapa, karena bahan bakar minyak ini kan komponen penting buat industri, buat kehidupan manusia, dan sebagainya," sambung Adian.
Oleh karena itu, Adian menegaskan, Fraksi PDIP meminta adanya investigasi menyeluruh agar tidak muncul spekulasi-spekulasi di kemudian hari bahkan saling tuduh.
BACA JUGA:
"Kalau toh disampaikan sudah ketemu, karena petir kan begitu ya. Nah kemudian kondisinya, kok ya secara berurutan, dari Balongan di wilayah Jawa Utara, kemudian di selatan di Cilacap ini ada apa. Itu kerugian yang sangat luar biasa dan ini mengancam stabilitas negara kita," sambung Nasyirul.
"Artinya dari kasus 16 kali kilang terbakar, Pertamina betul-betul tidak becus mengurus. Menginvestigasi pun juga tidak becus," tandas Nasyirul.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengatakan, kebakaran kilang yang berulang-ulang ini mengindikasikan bahwa Pertamina abai terhadap pengamanan kilang. Dia menilai, ada dugaan kebakaran Kilang Pertamina tersebut sengaja dilakukan untuk meningkatkan impor.
"Kebakaran beruntun Kilang Cilacap semakin menguatkan indikasi bahwa ada unsur kesengajaan dari pihak tertentu (dengan) tujuan peningkatan volume impor pasca kebakaran, yang menjadi lahan pemburuan rente. Sudah pasti (kejadian) kebakaran akan memperbesar biaya impor BBM, (sekaligus) akan memperburuk kinerja keuangan Pertamina pada 2021," kata Fahmy dalam keterangannya.
Fahmy mengatakan, kebakaran itu tidak hanya meludeskan tangki penyimpanan minyak, tetapi juga mengancam keselamatan warga di sekitar yang harus mengungsi. Semestinya, kata dia, sistem pengamanan kilang Pertamina sudah sesuai dengan standar international.
"Pertamina harus punya komitmen tinggi dan tidak abai dalam mengamankan seluruh asset penting, utamanya kilang dan tangki minyak. Untuk itu, Pertamina harus menerapkan sistem keamanan kilang minyak secara berlapis, sesuai dengan standar International dan harus diaudit secara berkala oleh Kementerian ESDM dan Lembaga Independent," jelasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resource Indonesia (CERI) Yusri Usman tak dapat memastikan adanya unsur kesengajaan dalam kebakaran Kilang ini. Karena, kata dia, Indonesia sudah ketergantungan impor untuk menutupi defisit.
"Saya kurang sependapat soal ini, terlalu sumir dan susah dipertanggungjawabkan, kecuali ada fakta. Saya nggak terbiasa dengan asumsi-asumsi sifatnya, karena terbakar atau tidak fasilitas kilang, kita negara net importir pasti tergantung import untuk menutupi defisitnya," pungkasnya.