Bagikan:

JAKARTA - Peristiwa kebakaran yang terjadi di area Kilang Pertamina di Cilacap, Jawa Tengah, pada Sabtu, 13 November, dinilai harus menjadi pintu masuk untuk memeriksa dugaan adanya unsur kesengajaan. Sebab, setelah kasus kebakaran kilang di Cilacap tahun ini setidaknya telah terjadi tujuh kali kebakaran di kilang-kilang minyak Pertamina di berbagai daerah sejak tahun 1995.

Sementara, di tahun 2021, Fraksi PDIP mencatat sudah terjadi 3 kali kebakaran. Pertama Balongan, kedua dan ketiga terjadi di Cilacap. Karenanya, kejadian ini harus diusut tuntas dan diinvestigasi secara intensif. 

 

Anggota Komisi VII DPR Adian Napitupulu, mempertanyakan faktor sebenarnya yang terjadi sebagai penyebab terbakarnya kilang minyak tersebut. Dikatakannya, PDIP kurang yakin alasan kebakaran berasal dari sambaran petir. 

 

"Petir itu terjadi bisa kapan saja. Dengan kemampuan teknologi sekarang, harusnya pengamanan bisa jauh lebih baik. Melihat sudah terjadi berkali-kali masa iya sih tidak apa perbaikan sama sekali? Saya kira sih tidak ada upaya untuk memperbaiki agar tidak terjadi peristiwa yang sama. Karena terjadi berkali-kali, kita melihat jangan-jangan tidak cuma karena faktor alam, mungkin tidak terbuka faktor-faktor yang lain? Misalnya human error'," ujar Adian di ruang Fraksi PDIP, Gedung Nusantara I Komplek Parlemen, Senayan, Senin, 15 November. 

 

Adian juga mempertanyakan tingkat keamanan di setiap kilang milik PT Pertamina itu. Pasalnya, kilang termasuk salah satu objek vital yang mestinya sangat aman.  

 

"Mengapa ada lima level pengamanan yang seharusnya dilakukan di setiap kilang minyak kita, kilang minyak ini kan harusnya masuk kategori obyek vital negara ya, pengamanannya itu harus luar biasa. Mengamankan dari sabotase, mengamankan dari bencana alam dan sebaginya. Nah kalau kembali pada pertanyaan tadi, apakah pasti petir? Belum tentu. Ada kemungkinan lain? Bisa saja," kata dia. 

"Bisa kemungkinan lain misalnya human error, yang menjaga berapa banyak,sedang apa saat itu? Kemudian mungkin tidak terjadi sabotase? Ya mungkin juga. Oleh siapa? Bisa mafia migas, bisa juga orang-orang lain yang berkepentingan untuk membuat instabilitas. Kenapa, karena bahan bakar minyak ini kan komponen penting buat industri, buat kehidupan manusia, dan sebagainya," sambung Adian.

Oleh karena itu, Adian menegaskan, Fraksi PDIP meminta adanya investigasi menyeluruh agar tidak muncul spekulasi-spekulasi di kemudian hari bahkan saling tuduh.

 

"Apa yang diinvestigasi, tidak hanya di lapangan, tapi juga seluruh kelengkapan-kelengkapan pengamanan, jadwalnya, nama-namanya, dan kalau perlu memeriksa latar belakang nama-nama itu. Ada si A latar belakangnya apa, si B dan sebagainya untuk menghindari spekulasi. Kenapa, rakyat butuh jawaban yang jelas, ini bukan peristiwa pertama," tegas Adian. 

 

Sementara, Anggota Komisi VII DPR Nasyirul Falah Amru, menduga ada unsur kesengajaan dalam kebakaran kilang yang berisi bahan bakar minyak jenis pertalite itu. Dia tak yakin kilang terbakar akibat Sambaran petir. 

 

"Konon katanya, pengamanannya adalah standar internasional, standar internasional kalah dengan petir. Nah, ini semuanya irasional semua, kalau disampaikan bahwa itu adalah faktor petir. Jadi sabotase adalah hal yang mungkin dan sangat kita duga," ujar Nasyirul di Ruang Fraksi PDIP, Nusantara I Komplek Parlemen, Senin, 15 November.

 

Dia heran, sudah berulangkali terjadi kebakaran dan meminta dilakukan investigasi menyeluruh tetapi hingga kini Pertamina belum juga merealisasikan permohonan tersebut. 

 

"Pada bulan Juni kemarin ketika Balongan terbakar, kilang Balongan terbakar, fraksi PDIP Perjuangan juga sudah meminta untuk melakukan investigasi secara menyeluruh. Tapi sampai sekarang itu tidak dilakukan," katanya. 

"Kalau toh disampaikan sudah ketemu, karena petir kan begitu ya. Nah kemudian kondisinya, kok ya secara berurutan, dari Balongan di wilayah Jawa Utara, kemudian di selatan di Cilacap ini ada apa. Itu kerugian yang sangat luar biasa dan ini mengancam stabilitas negara kita," sambung Nasyirul.

 

Nasyirul mengungkapkan, sejak 2008 hingga 2021 kebakaran kilang minyak Pertamina sudah tercatat sebanyak 16 kali. Dia menyebut, perusahaan plat merah itu sama sekali tidak bertanggungjawab. 

"Artinya dari kasus 16 kali kilang terbakar, Pertamina betul-betul tidak becus mengurus. Menginvestigasi pun juga tidak becus," tandas Nasyirul.

 

 

Konferensi Pers Fraksi PDIP terkait kebakaran kilang Pertamina di Cilacap (Nailin In Saroh/VOI)
 

Diduga Sengaja Dibakar Untuk Kepentingan Impor

 

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengatakan, kebakaran kilang yang berulang-ulang ini mengindikasikan bahwa Pertamina abai terhadap pengamanan kilang. Dia menilai, ada dugaan kebakaran Kilang Pertamina tersebut sengaja dilakukan untuk meningkatkan impor.

"Kebakaran beruntun Kilang Cilacap semakin menguatkan indikasi bahwa ada unsur kesengajaan dari pihak tertentu (dengan) tujuan peningkatan volume impor pasca kebakaran, yang menjadi lahan pemburuan rente. Sudah pasti (kejadian) kebakaran akan memperbesar biaya impor BBM, (sekaligus) akan memperburuk kinerja keuangan Pertamina pada 2021," kata Fahmy dalam keterangannya.

Fahmy mengatakan, kebakaran itu tidak hanya meludeskan tangki penyimpanan minyak, tetapi juga mengancam keselamatan warga di sekitar yang harus mengungsi. Semestinya, kata dia, sistem pengamanan kilang Pertamina sudah sesuai dengan standar international.

"Pertamina harus punya komitmen tinggi dan tidak abai dalam mengamankan seluruh asset penting, utamanya kilang dan tangki minyak. Untuk itu, Pertamina harus menerapkan sistem keamanan kilang minyak secara berlapis, sesuai dengan standar International dan harus diaudit secara berkala oleh Kementerian ESDM dan Lembaga Independent," jelasnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resource Indonesia (CERI) Yusri Usman tak dapat memastikan adanya unsur kesengajaan dalam kebakaran Kilang ini. Karena, kata dia, Indonesia sudah ketergantungan impor untuk menutupi defisit.

"Saya kurang sependapat soal ini, terlalu sumir dan susah dipertanggungjawabkan, kecuali ada fakta. Saya nggak terbiasa dengan asumsi-asumsi sifatnya, karena terbakar atau tidak fasilitas kilang, kita negara net importir pasti tergantung import untuk menutupi defisitnya," pungkasnya.