Raksasa Produsen Minuman Jepang Akhiri Kerja Sama dengan Rezim Militer Myanmar Bulan Depan
Ilustrasi armada truk Kirin. (Wikimedia Commons/Comyu)

Bagikan:

JAKARTA - Raksasa minuman Jepang Kirin berencana untuk membubarkan usaha patungannya bulan depan dengan militer Myanmar, Myanmar Brewery, yang keuntungannya anjlok hampir 50 persen secara tahunan pada kuartal ketiga, menurut hasil keuangannya untuk periode tersebut.

Runtuhnya penjualan di tempat pembuatan bir mengikuti boikot oleh pengunjuk rasa anti-rezim terhadap produk-produk terkait militer, yang merupakan bagian dari kampanye untuk memutuskan jalur keuangan para pemimpin kudeta. Produk seperti Bir Myanmar Myanmar Brewery tidak lagi dapat ditemukan di rak-rak toko karena boikot.

Kirin mengatakan dalam presentasi laporan kuartal ketiga pada Hari Selasa pekan lalu, "kami sadar bahwa kami harus membubarkan usaha patungan sesegera mungkin. Kami bersiap untuk mengambil tindakan pada akhir tahun ini, termasuk tindakan hukum, dan kami sedang mempertimbangkan semua tindakan yang mungkin untuk membubarkan JV," dikutip dari The Irrawaddy 15 November.

Raksasa minuman Jepang Kirin memiliki 51 persen saham produsen bir Myanmar Brewery, dengan konglomerat milik militer Myanma Economic Holdings Public Co. Ltd. (MEHL) memegang sisanya.

Dalam laporan keuangan Q3 2021, Kirin mengatakan pasar bir Myanmar telah menyusut, dengan volume penjualan terpukul oleh penyebaran COVID-19, 'pergolakan politik' dan gangguan rantai pasokan.

Dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, volume penjualan Myanmar Brewery turun lebih dari 30 persen. Laba operasi yang dinormalisasi turun 49,4 persen tahun-ke-tahun 'karena volume penjualan yang lebih rendah dan peningkatan biaya bahan baku, antara lain.'

Kirin mengenyampingkan peningkatan kuartal-ke-kuartal di Myanmar Brewery tahun fiskal ini, mengatakan bahwa mengingat risiko yang dihadapi operasi perusahaan, "lebih baik memiliki pandangan datar."

Perbaikan di sebagian besar pasar luar negerinya tidak dapat mengimbangi penurunan operasi domestik dan Myanmar, kata perusahaan Jepang itu.

Setelah kudeta 1 Februari, Kirin mengumumkan mereka mengakhiri kemitraan usaha patungan dengan MEHL, dengan alasan keprihatinan mendalam atas tindakan militer, yang dikatakan bertentangan dengan standar perusahaan dan kebijakan hak asasi manusia.

Namun 10 bulan kemudian, Kirin mengatakan diskusi tentang pembubaran kemitraan dengan MEHL masih berlangsung.

Kelompok hak asasi manusia Justice for Myanmar (JFM) mengatakan, hasil keuangan dalam laporan tersebut memberikan bukti yang jelas bahwa boikot massal produk-produk terkait militer oleh konsumen Myanmar berhasil, dengan secara langsung berdampak pada aliran uang ke kantong para pemimpin kudeta.

JFM menuntut agar Kirin segera menghentikan operasi Myanmar Brewery dan JV-nya dengan MEHL, memberikan transparansi tentang bagaimana ia bermaksud untuk mengakhiri operasi bisnis.

Kirin sebelumnya menghadapi kecaman internasional atas kemitraannya dengan rezim militer Myanmar di tengah tuduhan genosida terhadap Rohingya di Myanmar barat. Tahun lalu, Kirin mempekerjakan Deloitte Tohmatsu Financial Advisory untuk melakukan tinjauan independen terhadap struktur keuangan dan tata kelola MEHL. Namun, penyelidikannya terhadap koneksi militer MEHL berakhir tidak meyakinkan karena akses ke informasi ditolak.

Meskipun demikian, Kirin berhenti melakukan pembayaran dividen kepada perusahaan milik militer tersebut pada November lalu.

"Dividen dari Myanmar Brewery terus ditangguhkan," katanya pada hari Selasa.

Untuk diketahui, bisnis Kirin di Myanmar mencatat laba operasi sebesar US$115 juta (161,84 miliar kyats) pada 2019, menurut perusahaan.

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.