Tolak Kudeta, Warga Boikot Rokok, Bir hingga Operator Seluler Militer Myanmar
Pemimpin militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing meninjau pabrik minuman milik militer di Yangon. (Sumber: seniorgeneralminaunghlaing.com.mm)

Bagikan:

JAKARTA - Aksi penolakan kudeta dan perlawanan terhadap rezim militer Myanmar tak hanya dilakukan lewat unjuk rasa. Perlawanan juga dilakukan dengan melakukan boikot terhadap produk-produk terkait militer Myanmar.

Lewat kampanye 'hukuman sosia' aksi boikot produk-produk terkait militer Myanmar dilakukan untuk menjatuhkan rezim. Tak hanya individu, boikot juga dilakukan toko hingga restoran. 

Selain itu, toko-toko juga enggan menjual produk kebutuhan hidup sehari-harinya kepada polisi dan militer Myanmar. Ini juga sebagai bentuk perlawanan terhadap kudeta militer Myanmar yang sudah berlangsung hampir 1 bulan. 

Dalam kampanye terbaru tersebut, toko-toko termasuk pedagang pinggir jalan menolak menjual barang-barang kepada polisi dan personel militer, serta anggota keluarga mereka. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan penentangan mereka tidak hanya kepada rezim militer, tetapi juga pasukan keamanan yang terlibat dalam menindak pengunjuk rasa anti-kudeta.

Semakin banyak toko pribadi di daerah Yangon, Mandalay dan Bago serta negara bagian Karen dan Kachin memasang tanda-tanda yang menyatakan, “Kami tidak menjual kepada polisi dan personel militer. Jika menurut Anda ini memalukan, jangan membelinya.

myanmar
Jenderal Min Aung Hlaing tinjau hasil tekstil militer. (Sumber: seniorgeneralminaunghlaing.com.mm)

Beberapa vendor juga menambahkan kalimat yang mengatakan mereka tidak akan menjual apa pun, kepada pegawai negeri yang tidak berpartisipasi dalam kampanye pembangkangan sipil melawan rezim militer.

Juru kampanye Ma Khin San mengatakan kepada The Irrawaddy, pegawai pemerintah mengambil risiko dengan berpartisipasi dalam Gerakan Pembangkangan Sipil meskipun diancam akan ditangkap. Semakin banyak bisnis yang bergabung dalam kampanye tersebut, karena mereka menawarkan sarana partisipasi sederhana untuk menentang kediktatoran.

“Kita perlu menempatkan rezim militer di bawah tekanan dari semua sisi. Memprotes dengan damai di jalanan saja tidak cukup, hukuman sosial dibutuhkan,” kata Ma Khin San.

“Kita harus memotong saluran yang menguntungkan militer. Dan kami perlu menunjukkan kepada mereka bahwa kami tidak menerima tindakan kekerasan mereka, dengan menolak menjual barang atau makanan kepada mereka," imbuhnya.

Terkait aksi boikot produk, kampanye dilakukan dengan tidak membeli barang atau jasa apa pun yang diproduksi oleh perusahaan milik militer. Enggak tanggung-tanggung, sasarannya sejumlah entitas bisnis kenamaan di Myanmar.

Mulai dari operator telekomunikasi seluler terbesar keempat di Myanmar, Mytel, diikuti dengan dua bir paling populer di Negeri Seribu Pagoda tersebut, Myanmar Beer dan Black Shield. Kemudian ada juga rokok Red Ruby dan Premium Gold. 

Kampanye juga terkait dengan imbauan untuk berhenti mendatangi entitas bisnis terkait militer Myanmar, yakni Grosir Gandamar, Ruby Mart hingga Myawady Petrol.

Hasilnya, Myanmar Beer sejak minggu lalu tidak lagi terlihat di peritel terbesar di Myanmar City Mart. Sejumlah besar restoran dan hotel di Yangon serta Mandalay juga tidak lagi menyajikan merek bir yang terkait dengan militer.

myanmar
Peninjauan fasilitas produksi. (Sumber: seniorgeneralminaunghlaing.com.mm)

Jaringan restoran populer di Yangon, Win Restaurant, pada Hari Rabu mengumumkan telah menghapus semua poster Bir Myanmar dan tidak akan lagi menjual produk apa pun dari perusahaan militer Myanmar.

Sejumlah toko swalayan seperti G & G dan ABC tampaknya telah bergabung dalam kampanye ini, dengan kartu Mytel dan Myanmar Beer tidak lagi tersedia di sebagian besar cabang mereka di Yangon. Termasuk juga layanan Mytel Pay, kartu sim dan top-up oleh toko-toko kecil di Myanmar.

“Kami akan melakukan apapun yang dapat merugikan militer. Bisnis militer adalah sumber pendapatan penting bagi militer untuk membeli senjata dan senjata untuk menindas kami,” kata juru kampanye.

“Jika kami melihat produk terkait militer di toko-toko, kami mendesak mereka untuk berhenti menjualnya. Kami juga membagikan dokumen yang menunjukkan bagaimana hasil dari produk ini mendukung operasi militer," tandasnya.

Menurut laporan Misi Pencari Fakta PBB tentang Myanmar, hampir 60 perusahaan asing secara bersama-sama atau tidak langsung melakukan bisnis dengan militer Myanmar. Setelah kudeta tersebut, raksasa minuman Jepang Kirin mengumumkan bahwa mereka akan mengakhiri bisnis bir patungannya dengan Myanma Economic Holdings Public Co. Ltd. (MEHL). Pada 9 Februari, konglomerat Singapura terkemuka Lim Kaling juga memutuskan untuk keluar dari usaha patungan yang memiliki hubungan dengan MEHL yang memproduksi merek rokok paling populer di negara itu, Red Ruby dan Premium Gold.